Rudini Sirat

Saha Maneh Saha

Foto saya
Bandung, Jawa Barat, Indonesia
Nomor kontak saya 085721653609. info lengkapnya di http://www.facebook.com/rud.tankian/info

Sabtu, 25 Februari 2012

Takut dengan Pendatang Baru

Manusia Indonesia di era modern ini sering kali dirasuki dengan rasa was-was, khawatir serta cemas. Mereka selalu takut. Dalam kondisi apa pun. Apalagi di saat mengalami krisis, rasa takut itu semakin mencekam. Tak hanya bahasa perasaannya yang menunjukkan ketakutan, tapi sekujur tubuhnya selalu nampak mengisyaratkan dirinya takut. Pada akhirnya dia hanya mengeluh. “kalau begini, takutnya nanti begitu.” Semuanya menjadi serba kalau dan jika.

Rasa takut seperti ini selalu muncul saat dirinya tidak siap dalam menghadapi efek dari faktor kemunculan rasa takut itu. Saya hanya ingin menggambarkan hal tersebut dalam menghadapi kehadiran pendatang baru. Rasa takut tidak akan membuat dirinya berkembang. Rasa takut akan selalu bertele-tele dalam memberikan alasan dan penjelasan. Tidak berani mengambil keputusan karena tak punya sikap. Dia sangat takut dengan risiko buruk yang bisa membuat dirinya hancur berantakan.

Jurnalisme Memandang Kehidupan

Walaupun saya membaca salah satu buku rujukan para jurnalis Indonesia sudah lama sekali, tapi isi buku itu selalu mengingatkan saya ketika mengelola sebuah media. Padahal saya tidak pernah membuka kembali buku yang dimaksud. Seorang praktisi media Indonesia yaitu Andreas Harsono juga selalu mengutip apa yang dipaparkan dalam buku itu. "9 Elemen Jurnalisme". Buku ini ditulis oleh wartawan Amerika Serikat, Bill Kovach dan Tom Rosentiel.

Satu elemen yang ditekankan oleh penulis buku itu adalah definisi kebenaran. Saya yakin, kebenaran tidak dimiliki oleh satu pihak. Tidak ada kebenaran mutlak. Hal yang tidak bisa disentuh tapi hanya bisa dirasakan selalu menimbulkan banyak perspektif. Bahkan orang yang sudah banyak mempelajari banyak ilmu pun kadang masih belum bisa menemukan definisi kebenaran mutlak.

Hanya Percaya Tuhan

Seorang kawan tiba-tiba saja bertanya kepada saya. “Rud, maneh percaya teu kana kehidupan setelah mati? (Rud, kamu percaya gak dengan kehidupan setelah mati?)” karena saya anggap pertanyaan ini akan berlanjut dengan persoalan agama, saya pun hanya terdiam. Tak memperdulikan pertanyaan kawan saya tadi.  Sudah lama saya mulai apatis dengan persoalan agama, tak mau terlibat dalam perbicangan seperti itu.

Walau saya tak memperdulikannya, tapi dia malah menimpali pertanyaannya sendiri. “Mun aing mah teu percaya kana kehidupan saengges paeh. (Kalua saya sendiri tidak percaya terhadap kehidupan setelah mati.)” Saya pun menatap dia sebentar tanpa ada rasa ketertarikan untuk menanggapinya. Dia sedikit memberikan argumentasinya, saya tak paham apa maksud omongannya karena tak memperhatikan ocehannya. Saya pun pura-pura mendengarkan argumentasi-argumentasi tentang ketidakpercayaannya terhadap hidup setelah mati.

Jumat, 24 Februari 2012

Kebijakan Keliru Publikasi Ilmiah



Belakangan ini hampir semua perguruan tinggi terutama swasta diresahkan dengan keluarnya surat edaran Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Ditjen Dikti) bernomor 152/E/T/2012 tertanggal 27 Januari 2012 terkait publikasi karya ilmiah. Dalam surat edaran tersebut, mahasiswa S1 diwajibakan untuk mempublikasikan karya ilmiah pada jurnal ilmiah sebagai syarat lulus Sarjana. Untuk mahasiswa S2 harus menghasilkan karya ilmiah untuk dimuat di jurnal ilmiah nasional yang terakreditasi Dikti sebagai syarat lulus progra Magister. Adapun untuk mahasiswa S3 sabagai syarat lulus program Doktor mesti menghasilkan karya ilmiah yang dimuat di jurnal ilmiah internasional. Kebijakan tersebut akan diberlakukan pada Agustus 2012.

Dikti mengeluarkan kebijakan tersebut didasarkan atas minimnya karya ilmiah yang diterbitkan perguruan tinggi Indonesia. Seperti yang dikatakan Menteri Pendidikan M. Nuh, jika jurnal ilmiah kurang tinggal ditambah saja. M. Nuh membandingkan jumlah karya ilmiah perguruan tinggi di Indonesia dengan Malaysia dan Thailand. Indonesia hanya menghasilkan 13.047 jurnal ilmiah, sementra Malaysia memiliki 55.211 jurnal ilmiah dan Thailand 58.931 jurnal ilmiah. Selisih yang cukup jauh, tapi itulah paksaan dari Dikti untuk memperbanyak terlebih dahulu jurnal ilmiah Indonesia, kualitas dibelakangkan. Harapannya, budaya menulis ilmiah dapat berkembang.

Jumat, 10 Februari 2012

Indonesia Tanpa TKW


Hari Perempuan Internasional menjadi momentum untuk memunculkan kembali wacana seputar permasalahan perempuan. Mulai dari pemberdayaan perempuan di bidang ekonomi dan politik, kesetaraan gender, perlindungan perempuan dari kekerasan, hingga perlakuan buruk dari majikan terhadap pembantu dan para Tenaga Kerja Wanita (TKW). Semua itu menjadi bahan perbincangan menarik saat mendekati Hari Perempuan Internasional, 8 Maret.


Rabu, 08 Februari 2012

Peta Bisnis Jasa dan Wisata Bandung


Kota kembang, julukan untuk Kota Bandung sejak dulu menjadi objek liburan dan wisata bagi para pelancong. Baik melepaskan lelah selama seminggu bekerja di ibu kota, liburan bagi wisatawan nusantara, maupun tempat wisata para turis mancanegara. Tak sedikit juga para eksekutif muda yang mengadakan pertemuan, lobi bisnis, rapat, juga masa liburan di Bandung pada akhir pekan. Bandung menjadi kota kedua setelah Jakarta, bahkan orang-orang Jakarta sering kali menghabiskan masa liburannya di Bandung. Tak ayal, Bandung menjadi objek dalam membuka berbagai jenis usaha untuk memenuhi kebutuhan para pelancong.

Investasi Jangka Panjang Perusahaan


Munculnya teori etika dalam dunia bisnis sebagai upaya para pemikir supaya perusahaan menjalankan kegiatan yang berefek positif dan terhindar dari dampak negatif terhadap lingkungan sosial. Kemudian etika diperkuat dengan hukum melalui undang-undang dan peraturan. Sesuai dengan kemajuan bisnis, etika dan hukum dibutuhkan supaya manusia tidak tersisihkan dari nila-nilai kemanusiaan.

Perusahaan memiliki tanggung jawab terhadap pihak yang berada di luar strukturnya dalam beroperasi karena mendapatkan pengawasan dari pemerintah. Konsep Corporate Social Responsibility (CSR)

Hidup Si Anak Ajaib


Seorang anak remaja yang seharusnya masih duduk di tingkat SMP, dia malah bisa berkenalan dengan orang-orang penting dan besar.  Hal ini jarang sekali terjadi pada diri setiap orang, bagi dirinya ini merupakan jalan menuju kesuksesan untuk menjadi seorang "raja". Anak itu adalah Oe Suat Hong, seorang keturunan Taiwan yang lahir di Pontianak, Kalimantan Barat pada 23 Juli 1958. Namanya pun diganti menjadi nama Indonesia, yaitu Tommy Winata.

Tommy Winata memiliki nama panggilan dari inisialnya sendiri, yaitu sering dipanggil Tewe. Sejak berumur 10 tahun, berkat kemampuan, lobi dan kejelian dalam menagkap peluang bisnis dia sudah memulai karirnya

Satu Dalil Mahyusu

“Meminta lebih mahal dari pada membeli,” (dalam mafia manager oleh Mr. V, sang penulis misterius)


Membaca dalil yang saya tulis di atas, dikutip dari buku yang ditulis oleh Mr. V. Ini merupakan salah satu prinsip bagi para mafioso. Sang penulis misterius ini tidak menjabarkan maksud dari dalil itu. Bagi saya dalil tersebut bersifat aforis, singkat tapi penuh makna. Mungkin saya menilainya begitu karena setelah penulis tersebut menuliskannya, dia mengakhiri dengan tanda koma.

Kata “mahal” saja itu bisa dipandang dari sisi ekonomi, nilai, psikologis atau sebuah analogi. Bisa juga kata “mahal” adalah perluasan makna dari sebuah barang yang tinggi harganya, yang tidak bisa dijangkau oleh masyarakat kebanyakan.