Rudini Sirat

Saha Maneh Saha

Foto saya
Bandung, Jawa Barat, Indonesia
Nomor kontak saya 085721653609. info lengkapnya di http://www.facebook.com/rud.tankian/info

Rabu, 08 Februari 2012

Peta Bisnis Jasa dan Wisata Bandung


Kota kembang, julukan untuk Kota Bandung sejak dulu menjadi objek liburan dan wisata bagi para pelancong. Baik melepaskan lelah selama seminggu bekerja di ibu kota, liburan bagi wisatawan nusantara, maupun tempat wisata para turis mancanegara. Tak sedikit juga para eksekutif muda yang mengadakan pertemuan, lobi bisnis, rapat, juga masa liburan di Bandung pada akhir pekan. Bandung menjadi kota kedua setelah Jakarta, bahkan orang-orang Jakarta sering kali menghabiskan masa liburannya di Bandung. Tak ayal, Bandung menjadi objek dalam membuka berbagai jenis usaha untuk memenuhi kebutuhan para pelancong.



Dari data yang disebutkan Disparbud, wisatawan nusantara dan asing yang mengunjungi kota Bandung terus mengalami peningkatan hingga 12%. Tahun 2010, wisatawan ke kota Bandung mencapai 3.322.752 orang. Memasuki akhir 2011 saja, wisawatan di kota Bandung telah mencapai 3.917.390. Dikalkulasikan tahun 2011 wisatawan yang telah berkunjung ke Kota Bandung mencapai angka 4.020.530 orang. Ini menjadi daya tarik bagi pelaku usaha untuk berbisnis di Kota Bandung.

Letaknya yang strategis di antara kota-kota lainnya di Jawa Barat menjadikan Bandung sebagai pusat bisnis jasa dan wisata. Bandung memiliki potensi dalam industri jasa karena berbagai produk yang ditawarkan di Bandung sebagian besar adalah bentuk jasa. Pendapatan daerah Kota Bandung juga sebagian besar mengandalkan industri jasa. Hal ini menjadi daya tarik Kamar Dagang Indonesia untuk terus mendorong Pemerintah Kota Bandung supaya industri jasa dikembangkan dan ditingkatkan.



Berhamburanlah kalangan pengusaha dan wirausaha berlomba dalam merebut pasar di Bandung. Lokasi yang menjadi ladang bisnis tersebar di berbagai titik yang menjadi daya tarik. Bahkan, lokasi yang menjadi arah tujuan kota Bandung menjadi titik usaha. Hal ini bisa dilihat berdirinya rest area di sektiar jalan tol Purbaleunyi menuju Kota Bandung. Baru-baru ini pada KM 100 berdiri rest area yang menyediakan kebutuhan para pengguna jalan tol, mulai dari restoran, rumah makan, penyedia makanan cepat saji, toko swalayan, bengkel, toilet, tempat ibadat, terutama Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU).

Industri jasa yang terkait dalam pembahasan ini meliputi rest area pada wilayah jalan tol menuju kota Bandung, kuliner, hotel dan penginapan, dan wisata di Kota bandung. Keempat objek studi kelayakan bisnis tersebut merupakan kebutuhan bersifat linier para pelancong di kota Bandung. Bayangkan saja, bila seseorang mengunjungi kota Bandung, dia akan melewati jalan tol supaya perjalanan bisa ditempuh dengan waktu yang lebih cepat, nyaman, dan aman. Maka banyak berdiri rest area sebagai tempat singgah jika para pengguna jalan tol ingin melepaskan lelah beberapa menit.

Tiba di Kota Bandung rasa lelah datang kembali. Bukan hotel atau penginapan yang dicari terlebih dulu, tapi restoran atau rumah makan. Pelancong akan mencari tempat makan ataupun café sembari ngobrol hingga sore tiba. Saat malam menguasai hari, hotel dan penginapan menjadi serbuan para pelancong untuk menikmati istirahat di Kota Kembang. Keesokan harinya, mereka jalan-jalan berwisata ria atau mencari tempat kuliner lagi. Banyak aktivitas yang dilakukan di kota Bandung. Manusia berjubel di Kota Bandung saat weekend tiba, dan itu menjadi kebahagian para pelaku bisnis.

Rest Area, Kuliner, Perhotelan, dan Wisata
Posisi Bandung berada pada titik pertemuan jalan-jalan provinsi yang menghubungkan antara ibu kota dengan area produksi di sekeliling Kota Bandung. Jarak yang bisa ditempuh dari Jakarta ke Bandung kini kurang dari 3 jam. Hal ini karena sudah dibangun jalan tol yang menghubungkan antara Jakarta dengan Bandung, di antaranya tol Purbaleunyi dan Cipularang.

Sejak tol Cipularang dibangun, para pelaku bisnis mendirikan rest area yang menawarkan jasa dan kemudahan untuk menambah kenyaman bagi pengguna jalan tol. Para pengusaha berlomba menyediakan berbagai fasilitas di rest area, semisal ATM, SPBU, kantin, restoran, sarana ibadah, dan lainnya. Rest area pun menjadi bisnis yang menggiurkan. Dari hasil pengamatan yang dilakukan Jasa Marga, jalan tol Jakarta-Cikampek telah berdiri 5 rest area, yaitu pada KM 19, KM 39, dan KM 57. Adapun sisanya berada menuju arah Jakarta, yakni di KM 62 dan KM 42.

Salah satu aspek pasar yang dilihat dalam bisnis rest area adalah lalu lintas pada jalan tol. Data Jasa Marga menyebutkan, tiap tahun volume lalu lintas jalan tol Purbaleunyi mengalami peningkatan. Tahun 2007, volume lalu lintas mencapai 143.987. Tahun 2008 meningkat menjadi 148.944, tahun 2009 178.794, 2010 data volume lalu lintas meningkat menjadi 190.775. Dan volume kendaraan akan terus meningkat tiap tahun sekitar 3-5%. Berdasarkan data di atas, maka masih ada kesempatan untuk mendirikan rest area, terutama pada KM 100 yang berada pada posisi yang strategis.

Pengembangan bisnis rest area berangkat dari aturan investasi jalan tol yang mengharuskan Jasa Marga menyediakan tempat peristirahatan demi keselamatan dan kenyamanan jalan berbayar. Berdasarkan hal yang telah dibahas sebelumnya, maka pembangunan rest area yang dilengkapi dengan berbagai macam kebutuhan untuk melepaskan lelah menjadi peluang bisnis. Dikembangkan pula one stop shopping mini yang buka 24 jam. Rest area yang dikembangkan Jasa Marga bukanlah bisnis utamanya. Jasa Marga hanya menyediakan lokasi untuk disewakan pada pelaku bisnis di bisnis rest area.

Bisnis selanjutnya adalah kuliner. Bisnis ini kian menjamur di Kota Bandung. Menurut data yang dirilis Dinas Pariswisata dan Kebudayaan (Disparbud) Kota Bandung telah berdiri 486 restoran di beberapa lokasi Kota Bandung. Belum lagi tempat makan di pinggir jalan. Berbagai hidangan tersedia di kota ini, mulai dari makanan tradisional hingga internasional. Sepertinya, semua jenis makanan yang ada di Jakarta, di Kota Bandung pun ada. Namun, yang ada di Bandung belum tentu ada di Jakarta.

Usaha kuliner di Bandung bermacam-macam, mulai dari café, resto, food court hingga kaki lima. Karena saking banyaknya bisnis kuliner di Kota Bandung, kita seringkali terjebak dengan kebingungan jenis kuliner yang akan kita buka. Dalam dunia usaha, persaingan selalu ada. Tapi jika persaingan begitu ketat, maka kita harus melakukan analisis terlebih dahulu, terutama kita harus mengenali kemampuan kita juga pesaing kita.
Hal pertama dalam memulai bisnis kuliner adalah ketersediaan pasar, apakah masih ada peluang atau tidak.

Setiap usaha pasti akan mendatangkan pelanggan masing-masing, kita memiliki pelanggan yang mungkin sama atau berbeda. Tapi aspek kesempatan memasuki pasar merupakan pastilah ada, dan ini adalah hal yang harus dilihat terlebih dahulu. Karena pasar berkaitan dengan pesaing, maka ini menjadi langkah kedua. Melihat pesaing, harus dilihat kelemahan yang dimiliki pesaing tersebut. Seberapa besar pangsa pasar yang dimiliki pesaing dari potensi pasar yang ada. Kita bisa menghitung itu semua supaya kita bisa mengambil potensi pasar yang belum tersentuh. Dengan melihat kelemahan pesaing juga, kita bisa menarik pelanggan dari para pesaing karena kita menerapkan diferensiasi dalam produk bisnis kuliner.

Usai berkuliner ria, wisatawan akan menuju hotel. Inilah kesempatan pengusaha perhotelan berlomba untuk menarik pelanggannya. Meski okupansi hotel di Bandung rata-rata hanya sekitar 30 persen pada hari biasa. Peningkatan terjadi pada weekend sampai 60 persen. Peningkatan yang cukup tinggi adalah pada long weekend yang mencapai 90 persen. Meskipun begitu, para investror dan pengusaha berani membangun hotel di Kota Bandung. Pengusaha optimis bisnis hotel di Bandung belum jenuh dan memiliki prosfek cerah.
Menurut data dari Disparbud, hotel yang sudah berdiri di Bandung sudah mencapai 273 hotel, yang terdiri dari hotel bintang 1 berjumlah 9, bintang 2 berjumlah 18, bintang 3 berjumlah 29, bintang 4 berjumlah 22, bintang 5 berjumlah 5. Adapun hotel kelas melati 1 berjumlah 53, melati 2 berjumlah 57, dan melati 3 berjumlah 80. Dari jumlah hotel tersebut, tersedia jumlah kamar sebanyak 12.962 unit. Long weekend merupakan waktu yang ditunggu-tunggu oleh pebisnis perhotelan karena pada waktu itu okupansi hotel di Bandung mengalami peningkatan. Pada tahun baru saja, sekitar 11.000 kamar hotel terisi.

Banyaknya hotel yang sudah berdiri di Bandung, menjadikan pengusaha yang mau terjun dalam bisnis perhotelan dituntut untuk selalu berinovasi dalam memenuhi kebutuhan konsumen, baik dari mutu pelayanan, letak yang strategis dan mudah dijangkau, ketersediaan fasilitas yang dibutuhkan, harga serta kepuasan konsumen. Menurut hemat penulis, bagi yang ingin terjun ke dalam bisnis tersebut, tidak perlu mendirikan hotel baru, cukup membeli saham perhotelan yang akan dijual. Atau juga, mendirikan penginapan sederhana bagi kalangan menengah ke bawah yang berkunjung ke Kota Bandung.

Bandung lebih dikenal sebagai kota wisata di samping dikenal sebagai kota industri kreatif dan kuliner. Oleh karena itu, objek wisata yang menjadi sasaran adalah objek yang sudah dikenal oleh para pelancong. Dari data Disaparbud, objek wisata yang berdiri di Bandung yaitu museum yang berada di lima lokasi, bilyar 50 Lokasi, bioskop 12 lokasi, karaoke 56 lokasi, pub 25 lokasi, karaoke & Pub 5 lokasi, diskotik 5 lokasi, klub malam 14 lokasi, panti pijat 28 lokasi, kolam renang, lapangan golf, dan mesin ketangkasan 51 lokasi.
Tapi, tidak menutup kemungkinan untuk membuka bisnis wisata baru karena panorama dan wisata Kota Bandung sangat memungkinkan untuk mendirikannya. Apalagi wisatawan yang berkunjung ke Kota Bandung mencapai 4 jutaan lebih. Belum lagi mahasiswa dari luar Kota Bandung sangat banyak jumlahnya. Mereka juga membutuhkan tempat wisata di saat mereka menghilangkan penatnya selama seminggu kuliah.

Bagi yang tertarik untuk terjun ke dalam bisnis yang telah dibahas tadi, diperlukan alat untuk menganalisis sebelum terjun. Berbagai aspek menjadi pertimbangan, yang teridiri dari aspek pasar dan pemasaran, sumber daya yang kita miliki, aspek keuangan untuk menunjang kelancaran usaha, aspek teknis dan teknologi, dan aspek hukum dan legalitas dalam usaha. Analisis SWOT yang kepanjangan dari Strength sebagai kekuatan internal kita, Weakness yang harus dilihat kelemahan pesaing kita, Opportunity sebagai kesempatan untuk terjun ke bisnis yang dibahas tadi, dan Treath, apakah ada ancaman atau rintangan yang menghalangi kita dalam berbisnis di Kota Bandung. Semua analisis tersebut harus dikaji lebih dalam supaya kita memiliki perencanaan, sehingga risiko yang akan terjadi bisa diminimalisir.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar