Rudini Sirat

Saha Maneh Saha

Foto saya
Bandung, Jawa Barat, Indonesia
Nomor kontak saya 085721653609. info lengkapnya di http://www.facebook.com/rud.tankian/info

Minggu, 27 Mei 2012

Bertarung di Atas Panggung Sandiwara

Ditulis di Bandung pada 20 Oktober 2009
Ilustrasi.
Hari mulai senja, suara azan Maghrib berkumandang. Namun, Darmin belum jua melangkahkan kakinya beranjak dari sofa. Tidak seperti biasanya memang sore itu. Matanya masih memandangi dinding-dinding rumahnya. Keningnya tampak berkerut, bibirnya menyungging ke atas. Sekali-kali dia menundukan kepala, lalu meluruskan mukanya ke depan.

Segelas air dingin dari tadi tak disentuhnya. Dia terus menghisap rokok dan rokok. Oh, sudah berapa batangkah dia habiskan? Asbak yang tadinya kosong, nampak penuh dengan puntung rokok. 

Dia pun bergegas mengambil air wudhu, setiap basuhan air wudhu terasa menyejukan hati dan pikirannya, seolah masalah yang sedang dia pikirkan lenyap begitu saja. Suasana mulai hening, saat dia memasuki kamar terasa cahaya merasuki tubuhnya. Sebuah hiperbola yang dia rasakan.

Hiperbola baginya bukan hanya digunakan untuk merangkai kata demi keindahan kalimat belaka. Bahkan ayat-ayat dalam kitab suci pun banyak ungkapan hiperbola. Suara burung hantu dan jangkrik pun sore gelap itu berhiperbola ria.

Begitu selesai bersujud kepada sang Illahi, dia tak lupa memanjatkan doa. Sebuah doa untuk menghadapi permainannya. Ya, tadi siang dia mendapatkan permintaan dari atasannya. Apa jabatan yang dipegang atasannya? Seorang dekan di sebuah perguruan tinggi negeri. Akan ada pemilihan dekan lagi setelah empat tahun lalu. Atasannya meminta kepada Darimin untuk berkompetisi dalam proses fit and proper test yang akan digelar dua hari lagi. 

Seharusnya fit and proper test sudah dimulai tadi pagi. Karena belum ada calon yang melawannya, Darmin diminta untuk menjadi lawannya. Dia menyadari, ini hanya siasat dan permainan belaka. “Supaya terlihat persaingan, ya, memang harus ada lawan, tidak mungkin hanya satu calon dari fit and proper tes itu,” lirihnya.

Kenapa Darmin mau diperbodoh? Ah, dia ternyata tak peduli, mungkin niatnya hanya ingin membantu juragannya, atau dia akan mendapatkan posisi empuk setelah dekan yang terpilih nanti. “Pasti dia punya rencana kenapa dia meminta saya, bukannya masih banyak dosen lain yang dekat dengannya,” dia hanya berbicara pada dirinya sendiri. 

Di kamar, Darmin masih duduk di atas hamparan sejadah. Belum juga beranjak dan tak mau merubah posisi sedikit pun. 

Istrinya, Rasti, dapat membaca apa yang dipikirkan sang suami. Didekatinya sang suami, meluncur satu kecupan di pipi Darmin. Ingin sekali Rasti mengatakan sesuatu, tapi dia tak mau menganggu sang suami. Biar dia sendiri yang berbicara. Begitu batinnya. Rasti memahami karena dia juga dosen di perguruan tinggi itu. Hanya saja beda fakultas. 

Malam itu, Darmin mesti mengerjakan makalah dan proposalnya untuk presentasi dua hari lagi. Pekerjaan mendesak dan terburu itu harus dia serahkan besok sore karena memang besok sore adalah batas penyerahannya. Ia punya waktu malam ini saja. Besok pagi sampai sore dia punya jadwal padat di kelas. 

Seandainya malam ini ada suatu keajaiban dan turun seorang Jibril menghadapnya, pekerjaannya selesai seketika. Atau sang Jibril tinggal meniupkan satu hembusan nafas saja ke telinganya, alangkah ringannya beban malam ini. 

Benda penunjuk waktu terus berputar, pekerjaan hampir rampung. Sudah pukul dua pagi, dia terus menahan rasa kantuk. Sebungkus rokok di atas meja belum juga ia sentuh. Bahkan kopi yang dibuatkan istrinya Ia abaikan. Hmm, ternyata bukan tak mau menyalakan korek api, dan membakar ujung rokok, dia hanya lupa. Darmin pun hanya ditemani sebatang rokok malam itu.

Terdengar sayup-sayup alunan muazin Subuh di telinga Darmin. Dia terlelap, pekerjaannya belum kelar. Dia tertidur setelah menghabiskan satu batang rokok. Dia terlalu santai. Tanpa membasuh muka, dia secepat mungkin melanjutkan pekerjaan yang tertunda tadi. 

Pekerjaannya sudah kelar, jarum jam kini berubah posisi tepat di tengah angka enam. Solat subuh baru ia tunaikan. 

Sore itu, setelah menghabiskan waktu di kelas sebagai seorang dosen, Darmin menemui panitia fit and proper tes. Diserahkan makalah dan proposalnya. “Semoga sukses buat Bapak,” kalimat itu yang didengar dari panitia. Sebuah Doa atau ejekan?

Hari pun terasa singkat. Kini sudah memasuki fit and proper test untuk memperebutkan jabatan dekan. Hanya fakultasnya yang punya dua calon. Fakultas yang lain ada tiga calon, ada juga yang sampai lima calon. 

Tak ada satu dosen pun yang berani bersaing dengan pak Bagja, dekan yang meminta tolong kepada Darmin. Bagja, mencalonkan kembali menjadi dekan.

Pak Bagja punya hubungan keluarga dengan pak Rektor. Mereka berdua besanan. Ternyata kedekatanlah yang menentukan posisi seseorang. 

Memang, kemampuan juga menjadi tolok ukur, tapi kedekatan lebih penting lagi. Rektor punya hak untuk menentukan siapa yang akan terpilih nanti. Lalu, buat apa ada fit and proper tes? ”Biar terlihat seninya kali,” ketus Darmin dalam hati. 

Pesta test and proper test usai. Besoknya, terdengar kabar, pak Bagja menang dan akan menduduki kursi Dekan yang kedua kalinya. Skenario, sudah bisa dipastikan. Darmin juga menyadari hal itu. Hanya saja, sebelumnya dia tak dijanjikan mendapatkan posisi wakil dekan. Darmin juga tidak memintanya. Tidak mau atau malu? Entahlah, mungkin benar niat yang kedua. Tapi masih ada waktu untuk bisa mendapatkan jabatan wakil.

Beberapa hari setelah itu, rektor mengeluarkan surat keputusan. Pak Bagja kembali menduduki posisi Dekan. Pak Bagja kini tidak melirik Darmin lagi. Dia seakan lupa pada jasa Darmin. Kalau Darmin menolak permintaan pak Bagja, fit and proper test akan diundur terus sampai ada calon yang maju bersaing dengan pak Bagja. 

Tetapi, semua itu percuma, semua dosen sudah mengetahui permainan Bagja dan Rektor. 

Darmin bergegas keluar ruangan, dia menyambar kunci mobilnya di atas meja kerja. Terdengar suara mesin mobil, Darmin pergi meninggalkan kampus sampai dia, mobil, serta bayangannya hilang dari pandangan orang-orang di kampus.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar