Ilustrasi: Tawuran mahasiswa. |
Jangan kaget bila mendengar sekelompok mahasiswa betrok dengan warga atau bentrok antar mahasiswa lagi. Mahasiswa juga manusia yang memiliki sisi emosional. Mereka menggunakan kekerasan karena suasana perselisihan dalam keadaan panas. Saya pikir, bukan hanya mahasiswa yang dapat melakukan hal itu. Semua pihak pun sama, termasuk anggota DPR saat cekcok di ruang rapat sering kali saling lempar benda ke arah lawan bicara. Baru-baru ini sebuah peristiwa kekerasan terjadi, yakni bentrok mahasiswa dengan warga di Yogyakarta pada 19 Mei 2012 dini hari.
Banyak properti dan fasilitas dirusak. Sekitar 24 rumah kena lemparan batu, satu motor dibakar, dan empat mobil dirusak. Katanya peristiwa ini terjadi lantaran seorang tukang parkir bernama Okta dibacok oleh seorang mahasiswa. Entah apa penyebab terjadinya pembacokan tersebut, yang jelas setelah mahasiswa tadi kabur, warga langsung menyerang asrama mahasiswa. Tindakan warga dibalas oleh mahasiswa dengan melempari rumah-rumah warga.
Tindakan inipun menuai komentar dari pakar psikologi yang mengajar di berbagai perguruan tinggi. Kejadian ini sangat disesalkan, mahasiswa sudah dianggap kacau pola pikirnya. Seringkali mahasiswa tak mengedapankan daya intelektualitasnya saat mengahadapi persoalan. Mereka mengedapankan emosi yang mengarah pada tindakan kriminalitas. Apakah mahasiswa sekarang ini seperti itu? Pertanyaan tersebut seharusnya tak diajukan. Alasannya jelas, semua manusia bahkan makhluk hidup dibentuk oleh lingkungannya. Hidup mereka berproses di lingkungannya.
Buah semangka saja yang kita kenal berbentuk bulat jika dibentuk bisa berbentuk kotak. Macan dan singa yang kita kenal sebagai hewan buas jika disekolahkan di sirkus bisa jinak. Begitu pula mahasiswa, hidup mereka dikendalikan oleh lingkungan. Ada lagi peristiwa bentrok yang baru ini terjadi di Makassar. Sebuah asrama dibakar oleh sekelompok mahasiswa. Bentrok ini antara mahasiswa yang berbeda etnis. Kejadian ini merupakan bagian dari sentimen etnis. Sebuah tragedi pada mahasiswa selalu terjadi.
Mahasiswa adalah manusia terpelajar dan berintelek, jika dihadapkan pada persoalan tersebut tetap saja identitas tersebut akan melekat. Kesimpulannya adalah, terdapat dua hal dalam wacana kekerasan mahasiswa. Pertama aktor mahasiswa, kedua tindakan kekerasan. Yang ingin saya sampaikan, adalah tindakan seperti itu jangan sampai disamakan dengan bentrok pada demonstrasi mahasiswa. Tindakan kekerasan pada contoh tersebut berada pada ranah yang berbeda.
Saat mahasiswa melakukan demonstrasi memang bentrok fisik kadang juga terjadi, dan ini menjadi suatu kecaman. Berbicara tindakan kekerasan yang dilakukan mahasiswa tentu saja kita mesti menempatkan pada kondisi yang tepat. Bukankah sebuah revolusi juga didominasi dengan tindakan kekerasan. Perang apalagi lebih mengedepankan kekerasan. Tapi wilayah tersebut dianggap mulia. Mati dalam revolusi dan perang dianggap mati mulia. Tetapi mati pada kasus kekerasan tadi tak jauh berbeda dengan matinya seekor hewan buas yang saling memakan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar