IKIP pertama kali berdiri di Bandung dengan nama awal PTPG Bandung. |
2 Mei 2012 adalah Hari Pendidikan Nasional. Berbicara pendidikan, sebelumnya kita telah menyelenggarakan Ujian Nasional, tinggal menunggu waktu kelulusan yang akan diumumkan pada 24 Mei 2012. Bagi yang tak lulus, peserta termasuk orang tuanya pasti bersedih hati. Berbeda bagi yang lulus, rasa gembira seakan tak berkesudahan. Setelah kelulusan, sebagian dari siswa SMA berpikir untuk mencari perguruan tinggi sesuai dengan potensi yang dimiliki. Pilihan perguruan tinggi serta jurusan dan program studi (prodi) yang dipilih merupakan bagian dari penentu masa depan mereka.
Hal ini menyangkut kelangsungan hidup untuk memperoleh profesi atau pekerjaan setelah beroleh ijazah dari perguruan tinggi. Makanya orang tua sangat selektif memilih perguruan tinggi dan jurusan untuk anaknya. Tak jarang berbedaan antara orang tua dan anak dalam menentukan pilihan itu menimbulkan pertengkaran. Terlepas dari hal itu semua, yang jelas tiap perguruan tinggi berlomba merebut calon mahasiswa. Untuk memenuhi keinginan calon mahasiswa, berbagai perguruan tinggi membuka jurusan/prodi yang baru. Bagi universitas, berbagai jurusan apa saja dapat dibuka sesuai dengan potensi “pasar” dengan tetap mengklaim jati dirinya masing-masing. Beda lagi dengan institut hanya bisa membuka jurusan/prodi tertentu sesuai dengan satu jenis keilmuan saja.
Untung saja kini perguruan tinggi tertentu dengan nama Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP) tak digunakan lagi oleh sebagian besar Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK). Hal ini karena IKIP-IKIP sudah lama melakukan konversi menjadi universitas. Dengan demikian, eks-IKIP/LPTK memiliki kesempatan untuk “bersaing” dengan universitas lain semacam Universitas Indonesia ataupun Universitas Gadjah Mada.
Konversi dari IKIP ke Universitas telah membawa perubahan orientasi yang tak hanya melulu mencetak para guru dan pendidik saja, sehingga semua eks-IKIP dapat bergerak dengan bebas untuk memenuhi kebutuhan masayarakat memilih berbagai disiplin ilmu. Para calon mahasiswa pun dibuat bingung dengan keragaman perguruan tinggi serta jurusan/prodi yang disediakan.
Sedikit saya akan menengok sejarah konversi tersebut sebagai cermin dalam menentukan masa depan eks-IKIP/LPTK. Tahun 1999, sembilan IKIP negeri “dipaksa” melakukan konversi dari institut ke universitas. Setiap IKIP merubah namanya menjadi universitas negeri yang diikuti dengan nama kotanya masing-masing. Misalnya IKIP Jakarta berubah nama menjadi Universitas Negeri Jakarta atau UNJ. Satu IKIP yang tak menggunakan nama tersebut lantaran ingin mempertahankan jati dirinya sebagai lembaga beridentitas Pendidikan, yakni IKIP Bandung menjadi Universitas Pendidikan Indonesia (UPI).
Konversi dilakukan bukan tanpa masalah sebagai alasannya. Kala itu IKIP bagi pemerintah menjadi beban dan tak bisa berkembang. Keinginan lulusan IKIP menjadi guru berstatus pegawai negeri sipil (PNS) dipandang sebagai masalah besar. Sementara kuota penerimana PNS dari tahun ke tahun dibatasi, meski kuota tersebut tak sesuai dengan kebutuhan yang ada. Karena pembatasan tersebut, banyak lulusan IKIP yang mencari pekerjaan di luar keguruan dan pendidikan. Mereka tak punya pilihan karena tak mau menjadi guru honorer dengan alasan gajinya kecil.
Supaya tak menjadi beban, pemerintah “memaksa” IKIP-IKIP melakukan konversi. Ternyata rektor-rektor dari beberapa IKIP negeri merespon positif rencana konversi. Dengan demikian, eks-IKIP ini bisa membuka jurusan/prodi apa saja sesuai selera “pasar” menurut riset pasar masing-masing eks-IKIP.
Sayangnya, pembukaan jurusan/prodi lepas dari relnya. Hampir semua eks-IKIP dengan sengaja melepaskan jati dirinya sebagai perguruan tinggi pendidik. Bahkan merasa dirinya malu jika nama pendidikan masih menempel dalam tubuh perguruan tinggi. Nama IKIP tak mau terdengar dan disebut-sebut lagi. Padahal masih banyak masyarakat menyebut nama IKIP dari pada nama universitas. Mau diapakan juga, nama IKIP akan terus melekat dalam benak masyakarat. IKIP bukan sekadar nama, tapi sudah menjadi istilah.
Tak salah memang eks-IKIP membuka jurusan/prodi non pendidikan, tapi eks-IKIP telah melupakan siapa dirinya dan bagaimana perguruan tinggi tersebut lahir. Sejarah kelahiran IKIP dirasa oleh para rektornya telah menjadi masa lalu yang tak boleh berulang. Suatu padangan yang sangat keliru. Mengenal sejarah kelahiran merupakan suatu cermin supaya kita tak lepas dari identitas dan jati diri. Keluarnya eks-IKIP dari relnya terlihat dari pembukaan jurusan/prodi yang tak memiliki relevansi dengan jati dirinya sebagai lembaga pendidik. Padahal, salah satu eks-IKIP sering kali mengklaim bahwa perguruan tingginya tak akan melepaskan jati diri pendidikan.
Tak heran jika seorang pengamat pendidikan sekaligus penggagas konversi IKIP ke universitas, yakni HAR Tilaar agak menyesali terjadinya konversi tersebut. Jurusan/prodi berlabel pendidikan telah dianaktirikan. Mereka merasa bangga jika sudah menjadi universitas, artinya jurusan/prodi berlabel pendidikan tidak dijadikan keunggulan. Para pimpinan perguruan tinggi eks-IKIP juga pemerintah sudah mengerti, bahwa jurusan/prodi tersebut tak prospektif lagi. Berbagai persoalan dalam dunia pendidikan pun tak pernah terselesaikan dengan kasus yang sama. Eks-IKIP/LPTK semestinya turut ambil bagian dalam mengatasi persoalan tersebut.
Konversi telah membawa perubahan eks-IKIP. Jumlah penerimaan mahasiswa baru kini telah meningkat hingga dua kali lipatnya dibanding dulu saat masih IKIP. Hampir semua jurusan/prodi yang tersedia di universitas lainnya kini telah dan akan dibuka pula oleh eks-IKIP. Pekerjaan pimpinan eks-IKIP pun bertambah banyak yang berakibat pula pada persoalan yang semakin kompleks. Tetapi persoalan sekitar dunia pendidikan dikesampingkan. Jati diri pendidikan tidak menjadi fondasi eks-IKIP lagi. Eks-IKIP hanya mau melibatkan diri dalam persoalan pendidikan jika terdapat unsur proyek berdana besar. Kita berharap, di Hari Pendidikan Nasional ini menjadi refleksi dalam mempertahankan jati diri eks-IKIP .
Andai saja dipertahankan satu atau dua IKIP yang "berkualitas" agar bisa seperti IPB, ITB, ITS.
BalasHapussaya juga kan alumni IKIP Bandung, masuk dan lulus masih ikip dalam hal mencetak guru berani bersaing dengan PT lain tapi kan kehendak pemerintah dan pemegang kebijakan lain
BalasHapusKakak saya lulusan IKIP juga mas. Dia bekerja sebagai Guru sudah 20 tahun.
BalasHapus