Baru saja Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengesahkan UU APBN 2012 pasal 7 ayat 6 dan 6a, kini menuai gugatan dari Pakar Hukum Tata Negara Yuzril Izha Mahendra. Tambahan ayat 6a tersebut berbunyi “'Dalam hal harga rata-rata minyak mentah Indonesia (Indonesia Crude Price/ICP) dalam kurun waktu 6 bulan berjalan mengalami kenaikan atau penurunan lebih dari 15 persen, pemerintah diberi kewenangan menyesuaikan harga BBM bersubsidi dengan kebijakan pendukungnya.”
Tak tanggung-tanggung, Yuzril bersama rekan-rekannya melayangkan gugatan secara formil maupun materil ke Mahkamah Konstitusi (MK). Hasil telaahan Yuzril, tambahan pasal ini sangat bertentangan dengan UUD 1945 pasal 33 karena minyak bumi tidak boleh diserahkan ke mekanisme pasar. Minyak bumi merupakan salah satu sumber kekayaan negara menyangkut hajat hidup orang banyak. Menurut Yuzril, ini sama dengan UU Migas yang sebelumnya pernah dibatalkan MK karena melanggar UUD 1945 pasal 33.
Penyesuian harga seperti tertera pada UU ABPN tersebut tidak bisa dilakukan jika terbukti telah melanggar konstitusi. Dampak kenaikan harga minyak dunia ke Indonesia tak sepenuhnya bisa diarahkan pada situasi dunia saja. Tetapi pemerintah sebagai penyelenggara negara bisa disalahkan karena tak menjalankan konstitusi secara benar. Penyelenggara negara yang seharusnya mengelola kekayaan alam termasuk minyak bumi malah menyerahkannya ke pihak asing. Perpanjangan kontrak yang selama ini selalu dilakukan pemerintah juga telah melanggar konstitusi. Artinya, gugatan Yuzril terkait UU APBN-P 2012 akan merembet ke hal-hal lainnya yang menyangkut pengelolaan sumber daya alam.
Pasal 33 UUD 1945 tersebut berbunyi, “(1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas azas kekeluargaan. (2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara. (3) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.”
Membaca UUD 1945 pasal 33 ini, peran penting negara sangat diperlukan secara dominan. Dengan tak menjalankan pasal 33, terbukti telah bedampak terhadap hak-hak rakyat yang telah hilang. Hak rakyat Indonesia sudah begitu lama dirampas oleh Belanda. Kini 67 tahun Indonesia telah lepas dari Belanda, apakah hak-hak rakyat harus dirampas pula oleh pihak asing dan segilintir orang?
Terdapat beberapa poin yang harus dicerna oleh pemerintah terkait konstitusi tersebut. Pertama, bentuk dan sistem ekonomi yang mesti dijalankan berdasarkan asas kekeluargaan. Sistem ekonomi Indonesia yang dipakai selama ini terlalu condong pada gaya Barat. Asas kekeluargaan yang disebutkan dalam konstitusi tersebut merupakan pola asli Indonesia yang diambil dari nilai dan budaya bangsa Indonesia. Pola liberalis justru sangat bertentangan dengan karakter dan nilai budaya bangsa. Tengok saja, perusahaan-perusahaan besar yang berdiri hanya menguntungkan segilintir orang. Kesenjangan ekonomi pun terjadi.
Kedua, alat produksi dan pabrik-pabrik yang menyangkut hajat hidup orang banyak mesti dikuasi oleh negara, diantaranya pabrik tekstil, baja, nikel, timah, besi, gula, pabrik lainnya, dan perkebunan. Salah satunya perkebunan yang dimaksud adalah sawit.
Jika kita melihat, selama ini perkebunan sawit di Indonesia hampir 70% dikuasi pihak asing. Padahal sawit menyangkut hajat hidup orang banyak. Malaysia merupakan salah satu pihak yang menguasai perkebunan sawit di Indonesia. Malaysia justru banyak menerima pendapatan negaranya dari perkebunan sawit. Pemerintah seharusnya tidak membiarkan pihak asing menguasai perkebunan sawit. Artinya pemerintah mesti memiliki perhatian terhadap potensi sawit sebagai salah satu sumber pemasukan demi kepentingan bangsa.
Ketiga, negara harus menguasai sumber daya alam, terutama di tingkat hulu. Menguasai berarti pengelolaan harus dipegang oleh negara tanpa melibatkan pihak asing. Sumber daya alam Indoensia begitu kaya dan beragam, di antaranya pertambangan minyak bumi, batu bara, timah, bijih besih, nikel, baja, emas dan logam lainnya. Sumber daya lainnya adalah kehutanan. Pengelolan pada sektor ini jangan sampai diserahkan kepada pihak swasta, baik nasional maupun asing. Selama ini pengelolaan kehutanan justru memperkaya kelompok tertentu. Pabrik-pabrik kertas berdiri bukannya mensejahterakan rakyat, tapi malah memperkaya segelintir orang saja.
Selain kehutanan, kelautan merupakan salah satu sumber pendapatan negara yang sangat potensial. Makanya laut kita sering menjadi sasaran pencurian ikan yang dilakukan oleh nelayan asing. Kerugian yang diterima Indonesia dari pencurian ikan setiap tahunnya mencapai Rp 30 triliun. Tentu saja ini menjadi koreksi bagi pemerintah karena laut kita tidak dimanfaatkan secara optimal. Menurut Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Rokhmin Dahuri, nilai potensi kelautan kita bisa mencapai Rp 7.200 triliun, enam kali lipat lebih dari APBN Indonesia selama ini.
Ini baru dari sektor kelautan saja, belum dari sektor lainnya yang lebih besar lagi. Tentu saja kalaupun Indonesia masih sebagai net importer BBM, pemerintah tidak perlu khawatir lagi APBN akan jebol gara-gara subsidi BBM meningkat.
Alhamdulillah,,,,,,,,,,,,,,Semoga diberikan kelancaran demi kemakmuran dan kesejahteraan Bangsa.salam kemerdekaan yang hakiki.
BalasHapusSemoga aja, semua langkah yang diambil pemerintah bisa berguna dan tepat sasaran. ameinn
BalasHapussalam kenal dari blogger newbie. berkunjung dan berkomentar juga ya di blog ane..