Rudini Sirat

Saha Maneh Saha

Foto saya
Bandung, Jawa Barat, Indonesia
Nomor kontak saya 085721653609. info lengkapnya di http://www.facebook.com/rud.tankian/info

Rabu, 04 April 2012

Dilema BBM Bersubsidi


Mobil yang dimiliki kalangan menengah atas diisi
BBM bersubsidi.

Setelah penundaan kenaikan harga BBM yang tidak jadi diberlakukan 1 April 2012, pemerintah kini serba sulit. Salah satunya keprihatinan BBM bersubsidi banyak dikonsumsi kalangan menengah atas. Keprihatinan tersebut sebenarnya sudah dari dulu, tapi kembali dikemukakan. Bahkan pendistribusian BBM bersubsidi yang dinilai tak tepat sasaran itu menjadi alasan kedua pemerintah akan menaikan harga BBM bersubsidi. BBM non-subsidi semacam pertamax kini naik di atas angka Rp 10 ribu. Banyak kendaraan pribadi yang dulunya menggunakan pertamax, kini beralih ke BBM bersubsidi. Karena hal itulah, Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa merasa sedih.

Dilema. Itulah yang dirasakan pemerintahan SBY. Jika BBM besubsidi dibatasi pasti dinilai telah mendiskriminasi warga. Posisi pemerintah dalam hal ini memandang, bahwa subsidi BBM adalah hak semua warga negara, baik kaya maupun miskin. Jika tak dibatasi, yang terjadi adalah seperti apa yang diprihatinkan Hatta Rajasa. Posisi pemerintah pada pandangan kedua ini memandang, bahwa subsidi hanya ditujukan kepada kalangan menengah bawah.

Tak habis pikir, sesulit itukah pemerintah mengatur BBM bersubsidi? Jika memang pemerintah paham pengertian dan makna subsidi secara mendasar, tentu tidak akan sesulit ini. Tak habis pikir pula, kenapa orang sekelas menteri perekonomian mengabarkan dirinya sedih melihat realitas seperti itu? Apakah Hatta Rajasa sudah ketularan majikannya yang suka curhat dan galau kepada publik karena dia sudah menjadi besan SBY? Presiden dan para menterinya kini tengah galau, tak tegas, tak punya pendirian, dan selalu merasa dilema. Presiden dan Menteri itu eksekutor, kenapa harus curhat?

Seandainya APBN kita besar dan mencukupi semua pos-pos yang harus dialokasikan, tentu tak perlu ada diskriminasi warga. Namun, APBN kita kecil, sehingga untuk subsidi BBM sangat terbatas. Makanya, muncullah pandangan-pandangan yang membuat pemerintah makin dilematis.

Pemerintah kini telah memperumit diri sendiri. Padahal bila mau memperbesar APBN, pemerintah mesti merenungi kondisi negara kita dan memahami benar isi UUD 1945 pasal 33. Jika memang penambahan subsidi BBM demi mempertahankan harga itu dirasa berat, maka harus ada langkah yang tepat dan tegas. Membatasi BBM bersubsidi bukanlah langkah yang tepat. Sifatnya hanya jangka pendek dan sangat tidak efektif, kesalahan di masa depan akan terulang kembali.

Kalaupun pemerintah berpikir jangka pendek, seharusnya harus kembali pada pangkal persoalan, yaitu konsumsi BBM di Indonesia sangat boros. Tiap hari, kita menghabiskan 1,3 juta barrel. Sementara kita hanya memiliki 600 barrel per hari karena sebagian besar minyak kita dibawa oleh asing. Pemerintah pun melakukan impor minyak mentah dan BBM untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Jalanan di kota-kota besar penuh dengan kendaraan pribadi, terutama mobil-mobil mewah. Sementara fasilitas kendaraan umum mulai ditinggalkan masyarakat, ditambah kendaraan umum tersebut banyak yang sudah tak layak pakai.

Pemerintah seharusnya membatasi penggunaan kendaraan pribadi, dan menyuruh warganya mulai beralih pada kendaraan umum. Berarti pemerintah mesti menyediakan kendaraan umum seperti bus dan kereta api yang layak pakai. Sulit. Memang pasti sulit melakukan langkah seperti itu, tapi multiflier effect-nya bisa terasakan. Selain akan mengurangi konsumsi BBM, tingkat kemacetan pun akan berkurang. Jalan akan lancar kembali tanpa kemacetan. Secara statistik, saya tak dapat menghitung berapa besar penghematan, dan berapa pengurangan tingkat kemacetan.

Jika memang langkah ini sulit, maka kita kembali pada pandangan diskriminasi warga—kalangan menengah atas dan bawah—dengan cara mengeluarkan kebijakan dan aturan pengguna BBM bersubsidi. Bentuknya bukan himbaun melalui pidato ataupun spanduk, tapi melalui aturan yang ketat. SBY dan Hatta Rajasa tak perlu curhat atau sedih lagi, mereka harus mengeluarkan aturan dan kebijakan seperti itu. Bukankah Hatta punya rencana meminta presiden untuk mengeluarkan kebijakan, bahwa kendaraan dinas tak boleh menggunakan BBM bersubsidi? Seharusnya diberlakukan pula pada semua kendaraan pribadi yang dimiliki kalangan menengah atas.

Dalam langkah ini, pemerintah membuat skema pendistribusian BBM besubsidi supaya yang menerima BBM bersubdisi hanya kalangan menengah bawah, kendaraan umum, nelayan, dan para UKM. SPBU-SPBU harus dilibatkan dengan menempatkan petugas dari pemerintahan pada semua SPBU. Secara teknis mungkin saya tak bisa menggambarkan dengan detail, saya hanya menyodorkan gagasan secara garis besarnya saja. Sekian.

1 komentar:

  1. semoga aja berdampak positif dan tepat guna gan...
    salam kenal main ke blog ane jugaya..

    BalasHapus