Adakah
persamanaan antara mafioso dengan politisi? Jawaban dari saya, banyak.
Bahkan kehidupan keduanya tak terpisahkan. Mereka satu perguruan
dan memegang teguh satu ajaran suci, yakni Omerta. Omerta digambarkan
oleh seorang jurnalis kawakan dari Amerika Serikat bernama Mario Fuzo
dalam buku fiksinya berjudul Omerta. Ini bukan dongeng belaka, tapi
suatu kisah yang diambil dari kehidupan organisasi mafia yang tumbuh di
Sisilia Italia, dan "disebarluaskan" di Amerika Serikat oleh para imigran
Italia. Mereka mengendalikan kota-kota besar di Amerika dengan
menjalankan berbagai bisnis, baik legal maupun illegal. Omerta adalah
ajaran tutup mulut, tak boleh membocorkan rahasia organisasinya kepada
siapa pun. Ajaran ini tak boleh dilanggar. Jika dilanggar, matilah dia.
Seolah-olah itu nampak suatu kecelakaan, bukan hukuman.
Omerta
berlaku pula pada organisasi politik semacam Partai Politik (Parpol).
Para anggotanya didoktrin tentang ajaran Parpol dan tidak boleh membuka
aib Parpol. Para politisi tidak boleh berbicara sembarangan, mereka
diajarkan bagaimana bersandiwara di hadapan publik. Cara berbicara,
memandang, gerakan tangan dan tubuh diatur supaya mempeoleh citra di
hadapan publik. Dalam persoalan yang menyangkut rakyat, Parpol
mengajarkan pada anggotanya bagaimana menyikapinya supaya memperoleh
dukungan dan simpati dari rakyat. Politisi diajarkan untuk bisa bermuka
dua, bahkan lebih. Pada situasi tertentu, mereka harus menjadi oposan
dan mitra koalisi.
Mafioso dan politisi sering kali
mengaku-ngaku Niccolo Machiavelli (1469–1527) adalah gurunya. Tetapi,
Machiavelli tak pernah mengakuinya sebagai murid karena sebenarnya Ia
tak pernah mengajarkan kepicikan. Dia hanya menggambarkan situasi
politik di Napoli Italia pada masa itu dengan situasi politik
sebelumnya. Hanya saja, para politisi tak mengaku-ngakuinya secara
terang-terangan. Berbeda dengan para mafioso dengan bangganya
menyatakan kepada siapa saja bahwa Machiavelli adalah guru mereka.
Mafioso dan politisi, mereka menggunakan strategi dan taktik secara
picik untuk menyerang dan mengenyahkan lawannya.
Mereka
saling mengisi dan saling membutuhkan. Kadang mereka juga saling
bersinggungan jika terdapat kepentingan yang bentrok. Politisi butuh
uang demi kursi di pemerintahan, sementara mafioso butuh perlindungan
hukum demi melegalkan usahanya. Pernah menonton film Godfather 2 yang
dibintangi oleh Al Pacino? Al Pacino yang memerankan Michael Corleone
ini adalah penerus ayahnya sebagai Godfather. Dia mengendalikan dua
hotel besar di Las Vegas. Las Vegas, wilayah gurun pasir ternyata
lumbung duit. Kota ini dikenal dengan kasinonya, tentu hotel tersebut
bisa besar karena terdapat bisnis kasino yang ia kendalikan.
Di
kota Nevada juga, Keluarga Corleone ingin membuka bisnis perjudian.
Hanya saja dia mesti berhadapan dengan Klingsman, sementara Klingsman
mendapatkan perlindungan dari seorang senator AS. Intinya, Michael
Corleone meminta izin membuka perjudian dari senator tadi. Tapi, harga
surat izin yang ditawarkan senator ini jauh lebih mahal dari harga
sebelumnya. Michael Corleone pun membatalkan kesepakatan tersebut. Dia
berkata kepada senator AS ini, “Kita sama-sama orang munafik.” Presiden
AS Johm F. Kennedy, harus kita akui, bahwa dia juga memperoleh banyak
dana kampanye dari beberapa organisasi mafia.
Ada satu
hal utama yang membedakan antara mafioso dengan politisi. Jika mafioso
selalu mengatasnamakan diri dan keluarganya, maka politisi bekerja
mengatasnamakan rakyat. Seberapa jahat bos mafia, anggota keluarga
harus patuh. Sementara politisi sering kali berpura-pura membela rakyat
meski mereka sebenarnya tak membelanya. Mafioso menjual komoditas yang
memiliki nilai ekonomi demi uang, sedangkan politisi menjual nama
rakyat demi uang. Duit adalah alat dan tujuan mafioso, sedangkan
politisi menggunakan rakyat sebagai alat untuk mendapatkan duit. Tentu
saja sebelum mendapatkan duit, para politisi membeli suara rakyat
dengan duitnya untuk memperoleh kekuasaan terlebih dulu.
La
Cosa Nostra adalah sebutan lain dari nama mafia. Istilah ini pertama
kali digunakan oleh Bos mafia Salvatore Maranzano tahun 1931. Dia
menyebut dirinya sebagai Il Capo dei Capi, yang artinya The Boss of
Boss. La Cosa Nostra diartikan sebagai “Urusan Kami”. Belum jelas arti
sebenarnya dari nama La Cosa Nostra, yang jelas pada saat itu mafia
mengurus dirinya sendiri tanpa melibatkan politisi. Bahkan, awal
kemunculan mafia di Sisilia karena mereka tidak percaya dengan negara
dan kehidupan politik. Mereka menganggap negara adalah kekuatan tiran
yang hanya bisa menindas rakyatnya, sementara politik merupakan wilayah
kotor.
Kehidupan politik lebih dulu lahir dari mafia.
Awalnya mafia merupakan organisasi patriot yang selalu melindungi
warga. Sama seperti Yakuza di Jepang dan Triad di China awalnya sebagai organisasi patriot.
Lama kelamaan mafia menjadi organisasi kejahatan. Dalam novel
fiksinya Mario Fuzo berjudul The Sisilian, digambarkan awal mula
kemunculan mafia.
Karena perkembangan jaman, mafia
membutuhkan kekuatan politik, tapi mereka tidak mau terjun dan terlibat
dalam perpolitikan. Mafia dianggap sebagai organisasi suci, sementara
politik tetap dianggap sebagai wilayah kotor. Hal ini jelas bagi mereka
karena mafia hanya menjalankan bisnis semata dengan cara-cara mereka
yang disebut La Cosa Nostra. Sedangkan politik hanya kedok orang-orang
munafik yang ingin meraih kekayaan dengan kedudukan di pemerintahan.
“Politisi membuat peraturan bukan untuk rakyat, tapi untuk kepentingan
para politisi.”
Politik dan mafia merupakan dua
kehidupan yang berbeda tapi memiliki cara yang sama. Mafioso dan
politisi merupakan aktor yang berbeda tapi memiliki karakter yang sama.
Dalam kehidupannya, mereka berusaha untuk tidak melibatkan istri
mereka. Istri mafioso justru sebagai pihak yang membesarkan hati sang
suami mafioso. Lihat saja di film Godfather, Vito Corleone tak pernah
melibatkan istrinya dalam urusan bisnis keluarga. Istrinya pun mengerti
urusan suaminya. Istri mesti setia mendampingi suami, sementara suami
mesti melindungi istri dan keluarganya.
Jika istri
terlibat dalam urusan atau bisnis suami, maka dia bisa celaka. Kasus
politisi Partai Demokrat Nazarudin yang melibatkan istrinya dalam
urusan pada proyek tertentu ternyata menjadi bencana bagi kehidupan
keluarganya. Kalaupun sang istri memiliki urusan di luar urusan sang
suami, itu beda lagi persoalannya. Yang jelas, urusan istri tidak boleh
masuk dalam urusan bisnis suami. Kehidupan organisasi mafia dan politik
akan terus seperti itu. Banyak persamaan, sedikit perbedaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar