Dalam tulisan ini saya lebih suka menggunakan istilah perempuan
dari pada wanita. Alasannya, istilah wanita digunakan untuk
memposisikan dirinya sebagai objek. Dalam kreta basa, wanita berasal
dari dua bentukan suku kata, yaitu wani ditata dan wani ing tapa
(berani menderita). Sementara perempuan terkait peran dalam kehidupan
domestik maupun publik. Kata perempuan berasal dari kata Empu yang
memiliki makna sokong, hulu, mahir, dan mandiri.
Perempuan Indonesia bersyukur memiliki pahlawan emansipasi, Raden Ajeng
Kartini. Mereka sadar, tanpa sosok RA Kartini tidak akan bisa merasakan
dunia luar. Istilah emansipasi menjadi ideologi pendobrak sekat dan
dinding rumah. RA Kartini menggiring perempuan Indonesia ke luar rumah.
Bahkan, dapat memegang kunci rumah sendiri tanpa harus dibukakan oleh
laki-laki. Kini, perempuan Indonesia tampil hampir sejajar dengan
laki-laki. Mereka hadir di pemerintahan, dunia politik, usaha, dan
lainnya. Tanggal kelahirannya 21 April 1879 dijadikan hari besar. Sosok
Kartini dijadikan simbol perempuan Indonesia. Sebelum Kartini hadir,
perempuan Indonesia tak beroleh kesempatan seperti itu.
Kartini adalah sosok perempuan agung yang menjadi
panutan perempuan Indonesia. Namanya sulit dilupakan dari genenari ke
generasi. Tengok saja setiap tanggal 21 April selalu ada perayaan
mengenang Kartini dengan berbagai bentuk, dari mulai anak sekolahan
hingga ibu-ibu. Khusus di sekolahan, para guru mengajak murid-muridnya
menggelar hari Kartini dengan parade di jalanan lengkap mengenakan
kostum adat perempuan Indonesia. Tentunya berbagai kalangan perempuan
Indonesia menggelar peringatan hari Kartini dengan cara yang berbeda.
Tergantung identitas masing-masing sehingga cara mengekspresikannya pun
berbeda.
Banyak perempuan Indonesia sudah menunjukkan identitas dirinya di
hadapan publik dengan menyandang berbagai profesi. Bahkan para model
perempuan telah menjadi bagian dari ikon Kartini. Dulu, perempuan hanya
menjadi objek kaum laki-laki. Mereka tak lain hanya the second sex.
Bisa dikata sebagai objek seks kaum laki-laki. Tapi kini pandangan itu
sudah dinegasikan dengan berbagai perubahan pada diri perempuan
Indonesia. Perempuan Indonesia juga memainkan peranan vital bagi
kehidupan umat manusia.
Tampilnya perempuan di ruang publik merupakan sebuah tanggung jawab.
Terdapat peran yang tak bisa dimainkan laki-laki. Bukan sebagai buruh
pabrik atau kasir, tapi pengelola keuangan. Perempuan bisa menghindari
sifat koruptif karena mereka memiliki rasa tanggung jawab penuh
dibanding laki-laki. Uang merupakan darah bagi perekonomian, bahkan
bagi kehidupan. Tanpa pengelolaan yang baik, umat manusia akan celaka.
Kaum laki-laki lupa, bahwa perempuan penuh dengan nilai filosofis saat
berada di ranah domestik juga publik.
Di manapun posisinya berada, perempuan bekerja berlandaskan tanggung jawab. Lihatlah domain kerumahtanggaan mereka sebagai training bagi
kehidupannya. Perempuan memiliki tanggung jawab besar terhadap
keluarga. Dia mengurusnya dari hal terkecil hingga hal terbesar.
Laki-laki kebanyakan hanya bertanggung jawab mencari dana. Jika
kekurangan pun, perempuan terlibat dalam pencarian dana. Semuanya dilakukan demi kelangsungan hidup keluarga sebagai pranata sosial terkecil dalam kehidupan.
Oleh karena itu, hasil nafkah yang didapat mesti dikelola. Perempuan
dipercaya memerankan posisi sebagai bendahara. Urusan bendahara adalah
mengatur uang masuk dan uang keluar. Seluruh pengeluaran dalam keluarga
menjadi tanggung jawabnya. Pengaturannya dilakukan secara mandiri. Uang
keluar diatur untuk kebutuhan anggota keluarga supaya tercukupi. Dia
jarang mementingkan pribadinya. Bahkan jatah dirinya rela dia berikan
jika salah satu anggota keluarga lebih membutuhkan.
Peran perempuan lebih dari sekadar bendahara. Perannya seperti bank.
Jika uang masuk lebih besar dari uang keluar, maka dapat dialokasikan
pada hal-hal produktif. Uang diatur seefektif dan seefesien mungkin
supaya tidak terjadi pemborosan. Pemborosan merupakan jalan menuju
kehancuran keluarga.
Karakter seperti inilah yang semestinya disoroti. Kadang laki-laki tak
mau tahu dengan urusan keluarga. Sebagai contoh, terdapat suami istri
bercerai, maka istri mengambil alih dalam mengurusi anggota keluarga
dengan penuh tanggung jawab. Jika suami meninggal pun perempuan lebih
berani mengambil tanggung jawab terhadap keluarga meski dalam keadaan
susah. Sangat berbeda dengan laki-laki yang sering membiarkan anggota
keluarga (anaknya) hidup tak menentu karena tak sanggup mengurusnya.
RA Kartini telah membawa urusan kerumahtanggaan tersebut ke urusan yang
lebih luas lagi. Kini, publik melirik perempuan. Sedikit demi sedikit
banyak kalangan yang lebih percaya pada perempuan, seperti bank,
perusahaan, dan pemerintahan. Dalam penyaluran kredit, bank lebih percaya terhadap entrepreneur
perempuan. Hasilnya bisa dilihat di beberapa laporan yang sering
dilansir oleh media massa, sangat kecil sekali kredit macet terjadi.
Sayangnya banyak yang tidak sadar dengan hal tersebut, ruangan yang
seharusnya diisi oleh perempuan masih didominasi kaum laki-laki.
Perempuan Indonesia berjuang bukan meminta jatah, tapi merebut haknya.
Perempuan Indonesia berjuang bukan meminta jatah, tapi merebut haknya
BalasHapussaya suka quote nya ^^