Massa demonstran saat akan menduduki SPBU asing kala penolakan kenaikan harga BBM. |
Pembatasan telah dilakukan pemerintah beberapa waktu lalu dengan berbagai program. Diantaranya berbentuk himbauan terhadap kendaraan pribadi untuk menggunakan BBM non-subsidi yakni pertamax. Himbauan ini berimplikasi terhadap kalangan menangah atas melakukan konversi dari premium ke pertamax. Pembatasan dan pencabutan subsidi juga akan berdampak pada semua kalangan masyarakat melakukan konversi dari premium ke pertamax. Hal ini karena, perusahaan asing ikut campur dalam kebijakan pemerintah. Pihak asing lah yang berada di belakang pengurangan subsidi BBM karena mereka punya kepentingan dalam memperluas ekspansinya di berbagai negara dunia ketiga.
Pertamina merupakan perusahaan minyak berplat merah punya monopoli dalam pendisitribusiannya. Namun, sejak dibukanya kebijakan perdagangan bebas BBM di Indonesia pada tingkat hilir, Pertamina tak memegang kuasa monopoli lagi. Akibatnya, SPBU-SPBU asing banyak beroperasi di beberapa kota besar menjual pertamax. Faktanya tahun 2007, SPBU Shell milik perusahaan Belanda mendirikan 20 SPBU di Jakarta, Tangerang dan Depok. Sementara SPBU Petronas milik perusahaan Malaysia memiliki 11 SPBU di wilayah Jabodetabek. Tahun 2008, 4 SPBU Petronas beroperasi di kota Medan, lalu menjalar ke kota Bandung.
Chevron sebentar lagi akan merajai pasar minyak di tingkat hilir Indonesia. Sehigga SPBU asing akan banyak berdiri, Pertamina akan kewalahan menghadapi pesaing-pesaing tersebut. Pada awal dibukanya saja, Pertamina buru-buru melakukan penataan manajemen di semua SPBU, terutama yang berdiri di kota-kota besar menghadapi persaingan tingkat hilir. Di tingkat hulu saja, Pertamina sudah kalah, di tingkat hilir pun pasti akan kalah.
Lebih gila lagi kelakuan BPH Migas tahun 2006 pernah berrencana membuka lelang public service obligation BBM bersubsidi bagi SPBU asing. Tentunya perusahaan minyak asing tidak mau menjual BBM bersubsidi ke Indonesia. Mereka juga punya warga yang harus disubsidi di negaranya.
Pada awal kemerdekaan Malaysia, Petronas banyak berguru kepada Pertamina. Sekarang sang guru diinjak-injak oleh sang murid. Tengok saja yang telah dilakukan Malaysia terhadap Pertamina yang akan membuka SPBU di negeri tetangga itu, Malaysia mempersulit izin dan membebankan biaya lebih mahal dibanding Petronas yang membuka SPBU di Indonesia.
Penjualan pertamax di Indonesia yang diraup SPBU asing tadi mengalahkan Pertamina. SPBU asing bisa menjual 70 kilo liter per hari, Pertamina hanya mampu menjual 10-20 kilo liter per hari. Itu baru awal, jika BBM bersubsidi sudah dicabut, Pertamina bisa collaps karena masyarakat memiliki satu pilihan jenis BBM dan banyak memilih SPBU asing.
Saat ini saja, 40 perusahaan minyak asing sudah memiliki izin mendirikan SPBU di Indonesia. Masing-masing perusahaan memiliki hak mendirikan 20 ribu SPBU. Berarti 800 ribu SPBU asing akan berkeliaran di wilayah Indonesia. Tak hanya Shell dan Petronas saja, Exxon Mobill dan Chevron juga akan memiliki banyak SPBU.
Indonesia sudah kalah dalam berbagai perekonomian karena kapitalisme yang dilancarkan pihak asing. Atas nama persaingan global, Indonesia mau saja dikelabui oleh asing. Padahal Karl Marx dulu pernah menggarisbawahi, betapa jahatnya perdagangan bebas atau persaingan globat itu. Marx melihat dengan mata sendiri bagaimana negara maju menjajah negera berkembang dengan persaingan global.
Indonesia sebagai negara berkembang atau negara dunia ketiga tidak mampu bersaing dengan negara-negara maju. Apalagi, bangsa Indoensia lebih menyukai produk asing dibanding dengan produk dalam negeri. Pembentukan seperti itu bukan hanya faktor internal saja, tapi faktor eksternal dengan intervensi asing bisa membentuk bangsa seperti ini. Akibatnya, kini Negara Indonesia sudah tidak bisa lagi menguasai sumber-sumber alam dari mulai tingkat hulu hingga tingkat hilir.
Wajar saja pemerintah tidak bisa melindungi rakyatnya karena melindungi dirinya sendiri saja sudah tak sanggup lagi. Wajar pula pemerintah seringkali mengatakan, mana ada pemerintah yang mau menyengsarakan rakyatnya karena bagi pemerintah yang membuat sengsara itu adalah pihak asing. Pemerintah menjadi korban dari kapitalisme asing.
Menurut pengamat ekonomi dari Universitas Gadjah Mada Revrisond Baswir dalam diskusi publik bertema “Menata Ulang Indonesia” di gedung PP Muhammadiyah Yogyakarta, yang digelar Majelis Pemberdayaan Masyarakat (MPM) PP Muhammadiyah pada 29 Maret 2012, Indonesia harus melakukan revolusi sosial, itulah jalan satu-satunya.
Bagi saya tidak sekadar revolusi sosial, tapi revolusi kebudayaan. Kebudayaan Indonesia harus dikembalikan secara paksa oleh rakyat. Alat-alat ekonomi dan produksi harus direbut dan diserahkan kepada rakyat sesuai dengan amanat konstitusi UUD 1945.
memang benar....
BalasHapusmenjadi pemimpin indonesia harus siap dibenci oleh asing,,,jika ingin memperbaiki bangsa, mensejahterahkan rakyatnya,
indonesia milik kita, rakyat indonesia, kita punya kekuatan mengemudikan bangsa,,,
kita punya segalanya,,,dari dasar laut hingga puncak gunung yang bisa digunakan untuk kesejahteraan rakyat,,,
indonesia harus dipimpin oleh orang yang kuat, kuat pikirannya, kuat mentalnya, kuat kepribadiannya,
pemimpin indonesia harusnya benci terhadap keluh kesah, curhat terhadap rakyatnya, benci terhadap tamu yang berlagak seperti tuan rumah,,,
pemimpin indonesia harus bisa menyemangati dirinya, rakyatnya, meskipun dokter menvonisnya bahwa besok adalah hari kematiannya,,,hari ini ia berteriak dihadapan rakyatnya "indonesia adalah rumahku, aku tidak ingin rumahku dimasuki maling, nyawa dikandung badan aku korbankan untuk menjaga isi rumah ku"
kini pemerintah SBY sudah tak berdaya lagi, jangankan hubungan ekonomi luar negeri, berhadapan dengan persoalan politik dalam negeri saja menjadi kegalauan SBY.
Hapuswah, artikel yang menarik gan. bantu sundul aja deh..
BalasHapussalam kenal, berkunjung dan berkomentar juga ya d blog ane...
mungkin krn hal spt ini yg membuat mahasiswa pada demo... krn media lebih berpihak ke penguasa, mereka akhirnya rusuh krn frustasi, ingat 1966, 1974, 1998, skrng 2012.. :(
BalasHapusgimana gak keteteran..wong mau buka spbu aja susahnya setengah mati..harus inilah..harus itulah..giliran diambil asing pada teriaaakk semuaa..ayoo..kita bangun bangsa ini menjadi siap dalam kompetisi dunia..jangan kena diskualifikasi muluuuu..
BalasHapusdpt data validnya gak gan yg 40 prsahaan asing mngantongi izin masing2 pndirian spbu sbnyak 20rb
BalasHapus