Rudini Sirat

Saha Maneh Saha

Foto saya
Bandung, Jawa Barat, Indonesia
Nomor kontak saya 085721653609. info lengkapnya di http://www.facebook.com/rud.tankian/info

Selasa, 20 Maret 2012

Masa Depan Dunia Berebut LTJ


Logam Tanah Jarang
Tiga kekuatan ekonomi dunia yaitu Amerika Serikat, Uni Eropa, dan Jepang dibuat repot oleh China. Pasalnya China membatasi ekspor Logam Tanah Jarang (LTJ) sebagai bahan baku untuk pembuatan produk berteknologi canggih dan berkekuatan tinggi. Ketiga negara itu kekurangan bahan pasokan LTJ, mereka sangat membutuhkannya. Sedangkan yang menyediakan bahan baku itu adalah China. Negara tirai bambu ini mendominasi pasokan LTJ sampai 95 persen. Amerika adalah negara pertama yang mulai kelimpungan dengan kebijakan pembatasan ekspor LTJ.

Sesuai dengan namanya, ternyata bahan baku mineral ini benar-benar langka. Tapi menurut Kepala Badan Geologi R. Sukhyar, LTJ sebenarnya terdapat di mana-mana. LTJ bisa ditemukan di seluruh muka bumi. Bahkan katanya, 200 kali lebih mudah ditemukan dibandingkan dengan emas. Hanya saja, unsur-unsur LTJ tak dapat ditemukan secara bebas di bumi. LTJ yang terdiri dari 17 unsur logam tersebut menyatu dengan mineral yang lain, sehingga pemisahannya membutuhkan proses yang amat rumit.

Adapun ke 17 unsur logam tersebut meliputi skandium (Sc), itrium (Y), lantanum (La), serium (Ce), praseodimium (Pr), neodimium (Nd), prometium (Pm), samarium (Sm), europium (Eu), gadolinium (Gd), terbium (Tb), disprosium (Dy), holmium (Ho), erbium (Er), tulium (Tm), iterbium (Yb), dan lutetium (Lu).

Terkait pembatasan ekspor LTJ, sebenarnya China sudah mulai menurunkan kuota ekspor LTJ semenjak tahun 2009 dengan alasan melindungi lingkungan hidup. Karena China terus-menerus menurunkan kuota ekspornya, akhirnya Amerika bersama UE dan Jepang melayangkan gugatan melalui Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Betapa tidak, Amerika, UE dan Jepang sangat bergantung terhadap bahan baku mineral itu.

LTJ sebagai bahan baku mineral dapat mengahasilkan produk baru. Beberapa produk yang membutuhkan LTJ diantaranya adalah televisi, telepon seluler, LCD, I-pad, mobil hibrida, turbin angin, perangkat pemandu rudal nuklir, dan produk berkekuatan tinggi lainnya. Bahkan berbagai peralatan vital militer membutuhkan LTJ, mulai dari sonar kapal perang, alat pembidik meriam tank, senjata pemusnah massal, hingga perangkat pelacak sasaran pada peluru kendali. Tiga kekuatan ekonomi itu tak akan bisa memproduksi teknologi canggih jika tak ada LTJ.

Dengan demikian, menggugat China merupakan cara untuk menekannya supaya bisa memasok LTJ sesuai dengan kebutuhan mereka. Entahlah apa yang akan dilakukan Amerika jika China masih tak bergeming. Tetapi, China tak peduli dengan Amerika, Eropa ataupun Jepang. Hal ini karena sebelumnya juga China merasa dirugikan oleh Amerika dalam menjalin hubungan dagang. China lebih mementingkan perkembangan teknologinya di dalam negeri dan bisa menjalin hubungan dagang yang baik dengan negara-negara lainnya dibandingkan harus berurusan dengan Amerika, UE dan Jepang.

Mobil Hibrida membutuhkan LTJ.

Meskipun pasokan 95 persen LTJ ada di China, ternyata di bumi Indonesia juga terdapat bahan baku mineral tersebut. Makanya Jepang menjajaki kerjasama dengan beberapa negara yang menghasilkan LTJ, salah satunya adalah Indonesia. Daerah penghasil LTJ yang saat ini diketahui adalah Bangka Belitung (Babel). Hal itu diketahui setelah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengaudit dua perusahaan tambang yang beroperasi di Babel, yaitu PT Timah dan PT Koba Tin.

Cadangan mineral yang mengandung LTJ dari penambangan yang dilakukan PT Timah misalkan, terdapat 408.877 ton monazite (mengandung 50-78 persen oksida tanah jarang), 57.488 ton xenotime (mengandung 54-65 persen), dan 309.882 zircon (mengandung ittrium dan cerium). Adapun PT Koba Tin memiliki stok monazite sebanyak 174.533 ton.

LTJ yang digunakan untuk produk berteknologi tinggi memiliki nilai ekonomis yang sangat tinggi pula. Sayang sekali jika Indonesia harus mengekspornya dalam bentuk bahan mentah, nilai ekonomisnya kecil. Pemerintah Indonesia bisa memberdayakan lembaga-lembaga penelitian seperti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) untuk mengembangkan teknologi dari LTJ. Hal ini karena pasokan LTJ kedepannya akan langka. Jika Indonesia tak memanfaatkannya sendiri, maka Indonesia tak akan mendapatkan apa-apa.

Kalaupun Indonesia tak bisa memproduksinya menjadi barang jadi, setidaknya untuk saat ini dapat memproduksinya menjadi barang setengah jadi. Nilai ekonomi barang setengah jadi dari LTJ bisa mencapai 30 kali lipat dari barang mentah. Apalagi diproduksi menjadi barang jadi. Kendala peralatan dan modal jangan dijadikan alasan. Banyak cara yang bisa ditempuh jika Indonesia percaya diri terhadap kemampuan mengelolanya.

Secara hukum, Indonesia memiliki aturan tentang mineral dan batu bara dalam bentuk Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009. Ditambah lagi dengan peraturan menteri Energi dan Sumber Daya Nomor 7 Tahun 2012. Dengan dua payung hukum tersebut, seharusnya pemerintah Indonesia bisa meningkatkan nilai tambah LTJ. Atau bisa saja Indonesia dengan melakukan penelitian memanfaatkan LTJ untuk kepentingan dalam negeri.

Sayang, pemerintah Indonesia belum melakukannya. Tengok saja ekspor LTJ yang telah dilakukan Indonesia, masih dalam bentuk bahan mentah. Pengetahuan pemerintah terkait kegunaan LTJ juga masih minim. Makanya Indonesia belum melakukan eksplorasi lanjutan, sehingga tidak diketahui berapa cadangan LTJ yang dimiliki Indonesia. Akhinya, stok LTJ yang ditambang menumpuk di gudang.
Hal ini tentunya bisa dimanfaatkan oleh oknum yang mengerti kegunaan LTJ, sehingga timbul penyelundupan ke luar. Ini pernah terjadi pada September 2007 setelah BPK melakukan audit perusahaan tambang di Babel.

Indonesia Patut Meniru China
Saya sangat salut dengan China yang memiliki sikap tegas di hadapan Amerika dan Eropa dalam melindungi pasokan LTJ. China sudah mengerti bahwa abad 21 merupakan abad teknologi sangat canggih. Era minyak bumi bisa tergantikan dengan era LTJ. China sudah menatap masa depan dunia.

Kemajuan teknologi dan ekonomi yang diraih China tak terlepas dari jasa mantan Presiden China Deng Xiaoping yang melakukan reformasi segala bidang setelah meninggalnya Ketua Mao Zedong. China ingin mengembalikan kejayaan peradabannya yang dulu. Banyak sekali hak cipta China yang diklaim Barat. Oleh karenanya, Deng Xiaoping tampil. Satu hal yang membuat China seperti itu, dan bisa menatap masa depan dunia adalah penanaman confidence atau percaya diri kepada rakyatnya. Hal itu pernah disampaikan Deng Xiaoping kala berpidato di hadapan rakyat China.

Bagaimana dengan Indonesia? Apakah akan terus nurut kepada tiga negara tadi atau memiliki visi ke depan? Jika memilih yang kedua, maka penjajakan kerjasama dengan Jepang dalam penyediaan pasokan LTJ harus dipertimbangkan. Jangan sekali-kali dilakukan. Sikap dan tindakan China perlu diikuti pemerintah Indonesia jika tak ingin tertinggal jauh.

Artikel ini dipublikasikan di harian Inilah Koran Jabar 3 April 2012.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar