Massa PDIP bersama para demonstran. |
Diakui oleh pendemo tersebut, sejujurnya mereka menolak kenaikan harga BBM. Karena diimingi-imingi uang oleh PD, mereka mau melakukan tindakan yang bertolak belakang dengan hati nuraninya. Mana ada rakyat kecil mau menerima kenaikan harga BBM. Yang mendukung kenaikan harga BBM itu adalah pihak-pihak yang dekat dengan penguasa atau mereka terlalu termakan oleh perkataan pemerintah yang dianggap rasional.
Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) adalah partai oposan yang paling lantang menyuarakan penolakan kenaikan harga BBM. Padahal PDIP termasuk salah satu partai yang memiliki kursi terbanyak di Dewan Perwakilah Rakyat (DPR). PDIP tidak hanya bersuara di media massa atau pertemuan-pertemuan saja, tapi ikut turun ke jalan bersama para demonstran yang terdiri dari mahasiswa, masyarakat, para buruh dan LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat). Bahkan beberapa pimpinan daerah juga turut turun ke jalan. Atas tindakan tersebut, Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi mengancam akan memberikan sanksi kepada para pimpinan daerah yang terlibat dalam demonstrasi. Tetapi, mereka malah melawan ancaman sang mendagri.
Terdapat juga pimpinan daerah yang diusung PDIP mendukung kenaikan harga BBM. Tentu ini bertolak belakang dengan sikap PDIP. Apakah pimpinan daerah tersebut ingin memperoleh simpati dari pemerintah pusat dan PD? Kita tidak tahu, tapi arah pikir kita boleh saja ke sana. Para demonstran ternyata mendapat cibiran dan olokan dari pihak pendukung pemerintah, baik media massa maupun partai penguasa.
Tetapi pemerintah begitu takut dengan para demonstran. Ketakutannya nampak dari aparat yang diturunkan, bukan hanya polisi, ribuan personel TNI (Tentara Nasional Indonesia) diterjunkan. Dengan pongahnya mereka menenteng senjata dan mengendarai tank baja untuk menyeimbangkan kekuatan demonstasi. Sayang sekali, suara keras dan kekuatan demonstran bukannya didengar, malah dilawan. Tengok saja kekerasan yang dilakukan aparat terhadap para demonstran. Tengok pula kelakuan pemerintah dengan sengaja selalu menutup telinganya dari aspirasi rakyat.
Kini, PDIP disebut-sebut oleh pendukung kenaikan harga BBM sebagai partai yang memainkan politik jalanan. Tak sampai si situ, Ketua Umum PD Anas Urbaningrum mengatakan bahwa Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri pernah setuju dengan kenaikan harga BBM.
Apapun sebutan untuk PDIP, kita tentu mengapresiasi PDIP yang berani bersuara lantang dan mau turun ke jalan. Tetapi di balik itu PDIP bisa saja memanfaatkan kepentingan rakyat demi kepentingan politiknya. Di luar asumsi politik kita terhadap PDIP, yang penting saat ini PDIP satu suara dengan rakyat menolak kenaikan harga BBM. Kadang dalam perjuangan, rakyat harus bisa bekerja sama dengan pihak-pihak yang memiliki kepentingan bersama. Asalkan saja rakyat jangan sampai dikelabui oleh partai politik.
Gerakan PDIP juga tak hanya di jalanan. Di parlemen, PDIP mengajak beberapa partai koalisi untuk menolak kenaikan harga BBM. Partai Keadilan Sejahtera (PKS) sebelumnya sudah menyatakan sikap di hadapan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menolak kenaikan harga BBM. Hanya saja, suara PKS masih terpecah dalam koalisi. Hal tersebut tentu dimanfaatkan oleh PDIP.
Tinggal Golkar yang belum menyatakan sikap secara terang-terangan menolak kenaikan harga BBM. Bagi PDIP, Golkar memiliki peluang untuk bisa bergabung dalam penolakan kenaikan harga BBM. Hal ini karena, selama ini Golkar dipandang oleh PDIP selalu kritis dalam menyikapi kebijakan pemerintah. Jika saya menyimak dari pernyatataan-pernyataan para petinggi Golkar, secara tersirat Golkar justru tak setuju dengan kenaikan tersebut. Golkar sebagai partai koalisi dengan pemerintah tak seberani PKS menyatakan penolakannya terkait kenaikan harga BBM. Jika Golkar bergabung dalam penolakan tersebut, tentu kenaikan harga BBM bisa dibatalkan karena suara di dewan mencukupi. Jika gerakan PDIP dan para demonstran berhasil membatalkan rencana kenaikan harga BBM, tentu perjuangan tidak sampai di sini saja. Masih banyak hal-hal lainnya yang belum dibenahi terkait BBM.
Dari paparan di atas, terdapat perbedaan motivasi perjuangan antara PDIP dan para demonstran dalam menolak kenaikan harga BBM. Jika para demonstran yang terdiri dari mahasiswa, masyarakat dan kalangan buruh murni memperjuangkan rakyat, tentu PDIP memiliki keuntungan politik. Apresiasi rakyat kepada PDIP tentu akan banyak diterima. Ujung-ujungnya, suara dalam pemilihan umum pada 2014 untuk PDIP bisa bertambah. Bisa saja PDIP berkata, itu hanya efek dari perjuangannya demi rakyat atau PDIP mengesampingkan keuntungan politik, yang penting rakyat harus dibela terlebih dahulu. Tetapi, PDIP sudah membuat peta politiknya demi meraih simpati rakyat dengan cara berjuang bersama rakyat menolak kenaikan harga BBM.
artikel ini dipublikasikan di harian Inilah Koran Jabar pada 31 Maret 2012 dengan judul PDIP dan Para Demonstran.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar