Tan Malaka (kiri). |
Saat itu, belum ada tokoh yang sejernih dan seorisinal pemikiran dari Tan Malaka. Meskipun Budi Utomo sebagai organisasi yang pertama kali berdiri (1908), tapi belum mampu menyusun program menuju kemerdekaan. Bahkan Partai Komunis Indonesia (PKI) yang pernah dimasuki Tan tak terdapat program semacam itu. Organisasi lain seperti Indische Partij dan Serikat Islam pun tak punya program semacam Tan Malaka. Mereka hanya berjuang untuk merdeka, tapi belum menyusun program untuk dijalankan setelah merdeka.
Tan Malaka di tahun tersebut berusia 28 tahun. Usia dengan jiwa muda yang terus bergelora. Adapun tokoh Soekarno kala itu usianya masih 24 tahun. Kemungkinan dia baru lulus kuliah di Technische Hoge School Bandung. Atau mungkin saja tengah menyelesaikan tugas akhirnya. Soekarno masih sibuk dengan diskusi, bergaul dengan para pelajar, dan masih banyak belajar tentang negara. Sutan Sjahrir, masih dianggap anak remaja oleh Tan Malaka. Bagi Tan, Sjahrir anak baru kemarin sore, tapi belagu. Usianya baru 16 tahun yang dikemudian hari menjadi tokoh Sosialis Demokrasi (Sosdem). Ideologi yang dipandang Tan sebagai budak-budak kapitalis.
Program-program untuk berbagai bidang yang disusun Tan Malaka tertuang beberapa tahun setelah berakhirnya perang dunia pertama (PD1). Program-progam tersebut merupakan bagian dari karyanya berjudul “Naar de 'Republiek Indonesia'”. Dia mengawali ulasan Naar de 'Republiek Indonesia' dengan menggambarkan situasi dunia setelah PD1. Gambaran tersebut menjadi bahan rujukan dalam menentukan strategi Indonesia karena negara-negara yang turut berperang merupakan negara penjajah. Tentunya hal ini akan berpengaruh terhadap kondisi negeri jajahan semacam Indonesia.
Negara-negara yang kalah perang seperti Jerman dan Rusia menurut Tan membuka celah bagi kaum buruh untuk memegang kendali kekuasaan dan ekonomi negara tersebut.
Negara kalah perang cukup menderita. Terjadi kekurangan bahan makanan, industri tak berjalan, mesin-mesin tak beroperasi, dan di mana-mana rakyatnya kelaparan. Jerman lebih menderita lagi menanggung beban. Negara ini mesti membayar £6.600 juta setiap tahunnya kepada negara-negara sekutu sebagai pampasan perang. Jerman juga mesti menyerahkan wilayah-wilayah jajahannya. Wilayah Alsace dan Lorraine harus diserahkan kepada Perancis sebagai pemenang perang. Beban dan kerugian Jerman tadi tertuang dalam Perjanjian Versailles yang ditandangani pada 12 Januari 1919.
Pasukan Jerman saat PD1. |
Tan Malaka juga menggambarkan pengaruh PD1 terhadap Jerman dari situasi ekonomi negara tersebut. Jerman tertindas. Ia harus tunduk dan menuruti keinginan sekutu. Setiap tahun Jerman harus membayar pampasan perang. Oleh karena itu, setiap pendapatannya terkuras oleh sekutu. Jerman kesulitan dalam mendistribusikan barang-barang hasil produksinya. Bahkan Bank Sentral Jerman telah diinternasionalisasi karena berada di bawah kontrol dan pengendalian negara pemenang perang, terutama Amerika Serikat. Negara pemenang perang ini punya pengaruh yang besar. Jerman kini tak mampu mencari negeri jajahan lagi. Negara pemenang perang lah yang mulai memperluas wilayah negara jajahan. Pengaruh imperealisme kapitalisme sangat besar.
Bagaimana dengan situasi Indonesia kala itu? Indonesia merupakan negeri jajahan Belanda. Hal itu digambarkan oleh Tan Malaka pada Bab II dalam Naar de 'Republiek Indonesia'.
Kutipan Tan Malaka mengenai kapitalisme di Hindia Belanda dalam Naar de 'Republiek Indonesia': Jika kita bayangkan kapitalisme sebagai satu gedung dan negeri-negeri di dunia adalah tiang-tiang yang mendukung gedung itu, maka Indonesia merupakan salah satu dari tiang-tiang itu. Kita mengetahui sebelumnya bahwa cepat atau lambat gedung itu sekali waktu akan runtuh seluruhnya.
Tan Malaka memberikan perumpaan Indonesia sebagai penyangga kapitalis. Indonesia bukan negara kapitalis. Kapitalisme tumbuh di Indonesia karena dijalankan oleh imperealis Belanda. 300 tahun lebih Belanda menduduki Indonesia. Ekonomi merupakan tujuan utama Belanda, semua kekayaan Indonesia dikuras perampok Belanda. Amerika juga ternyata sangat tertarik dengan negeri ini. Tentu saja Amerika mulai menanamkan modalnya ke Hindia Belanda untuk mengambil keuntungan dari minyak dan karet.
Kembali ke penyangga kapitalis tadi, Tan Malaka mengatakan bahwa Indonesia tak akan pernah menggantungkan politik serta berharap supaya negara-negara kapitalis runtuh terlebih dahulu. Jika gedung itu runtuh, dan tiang penyangga gedung itu ikut jatuh, saatnyalah Indonesia harus memulai menciptakan tatanan baru. Tetapi kita tak tahu kapan gedung itu roboh. Apakah harus merobohkan tiang-tiang penyangga terlebih dahulu? Atau menunggu pada waktunya gedung tersebut roboh?
ilustrasi. |
Negara kapitalis di Eropa di luar sana sudah memahami bentuk kemanusiaan, tapi Belanda masih melakukan ancaman dan siksaan terhadap rakyat Indonesia di luar batas kemanusiaan. Semakin keras tekanan yang diberikan Belanda, semakin keras dan kuat pula perlawanan kaum proletar. Di sinilah Tan mulai menyusun strategi dan taktik. Tetapi, jika strategi dan taktik itu dijalankan dan rakyat Indonesia meraih kemerdekaan. Apa yang mesti dijalankan oleh Indonesia? Berikut ini adalah salah satu program yang mesti dijalankan, yaitu program ekonomi.
- Menasionalisi pabrik-pabrik dan tambang-tambang seperti tambang arang batu, timah, minyak dan tambang emas.
- Menasionalisi hutan-hutan dan perusahaan-perusahaan modern seperti perusahaan gula, karet, teh kopi, kina, kelapa, nila dan tapioka.
- Menasionalisi perusahaan-perusahaan lalulintas dan angkutan.
- Menasionalisi bank-bank, perusahaan-perusahaan perseorangan dan maskapai-maskapai perniagaan besar lainnya.
- Me-elektrifisir Indonesia dengan membangun indsutri-industri baru dengan bantuan negara seperti pabrik-pabrik mesin dan tekstil dan galangan pembikinan kapal.
- Mendirikan koperasi-koperasi rakyat dengan bantuan kredit yang murah dari negara.
- Memberikan bantuan hewan dan alat-alat kerja kepada kaum tani untuk memperbaiki pertaniannya dan mendirikan kebun-kebun percobaan negara.
- Pemindahan penduduk besar-besaran biaya negara dari Jawa ke daerah-daerah luar Jawa.
- Pembagian tanah-tanah yang tidak ditanami antara petani-petani melarat dan yang tidak mempunyai tanah dengan bantuan uang mengusahakan tanah-tanah itu.
- Menghapuskan sisa-sisa feodal dan tanah-tanah partikelir dan membagikan yang tersebut belakangan ini kepada petani melarat dan proletar.
Catatan:
Sepuluh program ekonomi Tan Malaka di atas akan diulas menurut interpretasi saya berdasarkan perspektif sejarah dan situasi serta kondisi ekonomi Indonesia sebelum tahun 1925.
tapi pemikiran tan malaka tidak pernah disetujua pemerintah Sukarno ya
BalasHapus