Rudini Sirat

Saha Maneh Saha

Foto saya
Bandung, Jawa Barat, Indonesia
Nomor kontak saya 085721653609. info lengkapnya di http://www.facebook.com/rud.tankian/info

Selasa, 20 Maret 2012

Membela Kaum Menengah Atas


Manusia Indonesia kini sudah irrasional dan tak tahu malu. Kebebasan di Indonesia yang diperoleh setelah tumbangnya Orde Baru justru menjadikan bangsa yang semrawut. Manusia Indonesia itu harus diawasi dan dikendalikan. Karena kebebasan itu, manusia Indonesia kini doyan protes. Protesnya tidak sendirian, tapi bergerombolan, rame-rame. Ada yang puluhan, ratusan, bahkan ribuan.

Para buruh protes kepada bos dan pemilik modal. Pemerintah juga jadi sasaran protes para buruh. Para guru ikut-ikutan protes kepada Presiden. Mereka semua memperjuangkan kesejahteraannya. Pemrotes yang terkenal adalah mahasiswa. Motivasi protes mahasiswa ternyata berbeda dengan para buruh dan guru. Mahasiswa protes bukan untuk dirinya sendiri, tapi untuk orang lain. Kini mahasiswa tengah sibuk protes kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM). Mahasiswa sepertinya sering termakan oleh wacana.

Namanya juga produk, pasti harganya naik. Tapi bukan itu yang saya maksud, subsidi BBM lah yang menjadi sorotan. Harga BBM terutama premium dan solar (Rp 4.500/liter) yang selama ini dinikmati manusia Indonesia itu disubsidi pemerinah. Jika tak disubsidi, harganya sangat jauh dari harga yang dinikmati, mungkin tiga kali lipatnya. Sekarang, pemerinah telah menetapkan harga BBM bersubsidi naik menjadi Rp 6.000 yang akan berlaku pada 1 April 2012.

Harga BBM belum naik, mahasiswa sudah demo dimana-mana. Kata mareka kenaikan harga BBM bisa menjerat orang-orang miskin. Pemerintah tak punya cara lain, harga minyak dunia naik, maka harga BBM harus dinaikan pula. Jika tidak, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) bisa jebol.

Selain menyelamatkan APBN, alasan lainnya adalah bahwasanya selama ini yang menikmati BBM bersubsidi itu bukan kalangan bawah saja, 77% BBM bersubsidi dinikmati kalangan menengah atas. Mereka punya mobil mewah, tapi mengkonsumsi BBM bersubsidi (premium). Padahal selain premium, ada BBM jenis lain tanpa subsidi, yaitu pertamax dan pertamax plus. Sejatinya, premium itu untuk kalangan bawah.

Selama ini kan kendaraannya kalangan bawah itu angkot dan bus kota. Tapi tidak setiap yang punya kendaraan adalah kalangan menengah atas saja, kalangan bawah juga saat ini banyak yang punya motor ataupun mobil sederhana. Mereka mendapatkannya dengan cara kredit. Sekarang cukup mudah mendapatkan kredit motor. Dengan uang muka satu juta saja bisa memiliki motor. Bahkan tanpa uang muka pun bisa.

Menurut Bank Dunia, jika manusia Indonesia mengeluarkan uang 2 sampai 20 dolar (kurs dollar sekitar Rp 9.000/dollar berarti Rp 18-180 ribu) per hari, maka masuk dalam kategori kalangan menengah atas. Berarti banyak sekali penduduk Indonesia itu masuk kategori ini.

Ini artinya, protes alias demo mahasiswa tadi membela kalangan menengah atas. Coba lihat di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU), pengendara mobil bermerk Innova, Vitara, Soluna dan mobil mewah lainnya dengan tak ada rasa malunya telah merampas hak kalangan bawah. Meskipun di tiap SPBU terpampang jelas spanduk bertuliskan “BBM bersubsidi diperuntukkan bagi kalangan tidak mampu”, tetap saja tengki mobilnya diisi premium.

Menurut Ekonom M. Chatib Basri, kenaikan BBM bersubsidi bukan sekadar masalah APBN, tapi masalah keadilan. Bukankah tidak adil yang selama ini pemerintah mensubsidi BBM ternyata dinikmati oleh kalangan menengah atas? Sementara kalangan bawah justru tak menikmati BBM bersubsidi itu.

Menurut saya, adil itu harus bersifat proporsional, buka sama rata sama rasa. Kalangan bawah jangan disamakan dengan kalangan menengah atas. Siapa kuat, tentu dia yang dapat. Kalangan bawah yang sedikit punya kendaraan, sedikit kebagiannya. Mentang-mentang dapat kebebasan, kalangan menengah atas mengisi tengki mobilnya dengan premium. Sedikit sekali yang mengisi tengkinya dengan pertamax.

Jika seperti itu realitasnya, BBM tidak perlu disubsidi. Sama saja dengan mensubsidi kalangan menengah atas. Makanya saya tak peduli dengan kenaikan BBM bersubsidi. Lalu, bagaimana terkait dampak terhadap kebutuhan pokok tadi? Saya merindukan sebuah negara yang memiliki seorang presiden yang tegas, tak ada kompromi, tak bertele-tele, punya sikap dan pendirian, tidak melunak/mengekor ke negara luar, menjaga kedaulatan negara, sedikit himbauan tapi banyak instruksi, dan punya bawahan yang cakap.

Negara tersebut diisi oleh rakyat yang mengerti keadaan, punya rasa malu, nurut kepada pemimpinnya, menjaga kehormatan diri dan bangsanya, dan tidak individualis. Jika negara yang saya rindukan tersebut hadir, negara Indonesia tidak akan sekacau sekarang. BBM bersubsidi bisa tersalurkan tepat sasaran, tidak akan ada penimbunan dan tengki kalangan menengah atas diisi oleh BBM non subsidi. Perkataan pemimpin menjadi instruksi, bukan imbauan dalam pidato ataupun tulisan di spanduk.

Dari negara yang saya rindukan tersebut, pemerintah menyalurkan BBM bersubsidi kepada pihak yang terkena dampak kebutuhan pokok. Jika kalangan menengah merasakan dampaknya pada ongkos angkot atau bus kota, maka BBM bersubsidi disalurkan ke sana. Jika berdampak terhadap barang-barang kebutuhan pokok seperti beras, sayuran, terigu dan lainnya, maka BBM bersubsidi disalurkan ke sana. Jika berdampak terhadap UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah), maka BBM bersubsidi disalurkan ke sana.

Sementara kendaraan milik kalangan menengah atas jangan diberi BBM bersubsidi. Berikan harga BBM sesuai dengan harga pasar tanpa ada subsidi, baik untuk jenis premium, solar, maupun pertamax. Begitu pula dengan industri besar, mereka punya modal besar sehingga harga yang diberikan disesuaikan dengan dampak yang akan terjadi pada harga produknya. Hal ini karena, produk yang mereka hasilkan pasti dikonsumsi juga oleh kalangan bawah. Oleh karena itu, harga BBM harus proporsional, disesuaikan.

Bagaimana pengaturan dan hitung-hitungannya? Inilah tugas bawahan Presiden. Makanya harus dipilih yang capak, pintar dan kompeten. Integritas, tentu yang utama. Jika seperti ini, saya jamin mahasiswa tak akan demo memperjuangkan kalangan menengah atas lagi.

2 komentar:

  1. menentukan harga bbm memang rumit.. apa lagi ditengah ancaman makin sedikitnya ketersediaan sumber minyak bumi d indonesia

    BalasHapus
  2. Mahasiswa jaman skrg trnyta lumayan anarkis jg..
    Pemimpin mana yg ingin menyengsarakan rakyat. Ya pasti kenaikan BBM ini ada alasannya. Walaupun memang kenyataannya rakyat yg sengsara makin byk...

    BalasHapus